Tingkatkan Penerimaan, Sistem Pajak RI Harus Lebih Sederhana

Reformasi pajak memerlukan mobilisasi basis pajak menuju sistem pajak yang lebih sederhana, memakai rezim yang mudah dan spesifik.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 03 Feb 2015, 13:08 WIB
Diterbitkan 03 Feb 2015, 13:08 WIB
Ilustrasi Pajak
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mendapat masukan dari Presiden International Tax and Investment Center (ITIC) Daniel Witt. Witt menyampaikan pentingnya melakukan reformasi sistem pajak yang sederhana, untuk menarik investor asing untuk masuk.

"Diskusi dengan Wapres tadi pentingnya untuk mewujudkan rezim pajak yang kompetitif untuk tarik investor. Tidak hanya investor asing, tapi juga dalam negeri ke sistem pajak," kata Daniel, di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa (3/2/2015).

Witt juga menuturkan, ICIT pernah memiliki pengalaman di Kazakhstan. Beberapa waktu lalu, negara tersebut memakai sistem pajak Uni Soviet yang rumit. Hasilnya, banyak pengemplang pajak dan kecurangan yang terjadi. Kemudian, sistem yang rumit itu dirubah jadi lebih sederhana.

"Mereka meninggalkan sistem itu dan menuju sistem pajak yang lebih sederhana. Untuk perorangan 13 persen dan perusahaan 20 persen, penerimaan mereka meningkat, dan permainan pajak berkurang. Lebih mudah bagi orang kaya bayar pajak," ungkap Witt.

Ia melanjutkan reformasi pajak memerlukan mobilisasi basis pajak menuju sistem pajak yang lebih sederhana, memakai rezim yang mudah dan spesifik pada VAT Reclaim (pengembalian PPN atau pajak pertambahan nilai) dan pajak penghasilan, semua itu demi penerimaan pajak negara meningkat.

"Hal ini mudah dikumpulkan pegawai pajak, mudah bagi pembayar pajak, dan saya percaya sejarah dunia sudah membuktikan," tuturnya.

Calon Wakil Gubernur Didik J Rachbini yang mendampingi Witt pun mengatakan Wapres JK memahami apa yang disampaikan. JK menambahkan tak cukup hanya reformasi saja, tapi implementasi dibutuhkan pula. "Pak JK bilang kita tidak hanya butuh reformasi, tapi implementasi," tegas Didik.

Dalam pertemuan itu pun, sebuah buku diberikan pada JK. Di dalam buku yang berjudul Asean Exces Tax Reform itu dijelaskan soal cukai. ICIT menuturkan di Indonesia sebagian besar cukai didapat dari rokok, padahal industri lain bisa dikenakan cukai pula. "Cukai di Indonesia itu biasanya hanya dari rokok, sebenarnya alkohol atau mobil bisa diberi cukai, termasuk bensin seperti di luar negeri," tandas Didik. (Silvanus Alvin/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya