Bangun Infrastruktur, Menteri Jokowi Rapat Pinjaman Luar Negeri

Dari catatan Kementerian Keuangan, utang pemerintah pusat per Januari 2015 mencapai Rp 2.700 triliun.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 27 Feb 2015, 17:31 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2015, 17:31 WIB
Aksi aktivis Koalisi Anti Utang di Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta, Selasa (16/8). Mereka mendesak pemerintah melakukan audit hutang luar negeri.(Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Seabrek program pembangunan infrastruktur di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) mulai dari pertanian hingga kemaritiman membutuhkan anggaran signifikan. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015, pemerintah mengalokasikan pagu belanja infrastruktur sebesar Rp 290 triliun.

Untuk menambah atau menutup anggaran infrastruktur, pemerintah Jokowi membutuhkan utang luar negeri. Dari catatan Kementerian Keuangan, utang pemerintah pusat per Januari 2015 mencapai Rp 2.700 triliun.

Hari ini (27/2/2015), sejumlah menteri Jokowi menggelar rapat koordinasi (rakor) pinjaman luar negeri. Dihadiri Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.

Rencananya juga dihadiri Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, Menteri ESDM Sudirman Said, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, dan lainnya.

"Bahas bluebook. Di Kementerian Pekerjaan Umum butuh pinjaman untuk proyek jalan tol, air minum, bendungan dan irigasi (infrastruktur dasar)," jelas Basuki.


Sekadar informasi, Utang pemerintah pusat hingga periode Januari 2015 mencapai Rp‎ 2.702,29 triliun atau naik 3,7 persen dibanding posisi bulan sebelumnya Rp 2.604,03 triliun. Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 25 persen.

Angka itu, dinilai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil sangat rendah bila dibandingkan negara lain yang mencatatkan rasio utang 100 persen-200 persen dari total PDB masing-masing negara.

"Rasio 25 persen itu masih sangat rendah. Apalagi jika digunakan untuk belanja produktif, jadi tidak masalah. Jangan anggap utang itu jelek karena perusahaan bisa jadi besar karena berutang," tegas dia.

Kata Sofyan, pemerintahan Jokowi akan memprioritaskan penggunaan sebagian besar utang untuk membangun infrastruktur. Seperti diketahui, pemerintah baru ambisius menggarap berbagai proyek infrastruktur dasar seperti irigasi, waduk, bendungan, jalan, sanitasi, dan sebagainya yang jarang dilirik investor swasta domestik maupun asing. (Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya