Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Kadin Jawa Timur dan Ketua Tim Revitalisasi Tembakau, Deddy Suhajadi, menilai kampanye anti tembakau yang gencar belakangan ini dinilai akan mengganggu industri hasil tembakau (IHT). Apalagi pemerintah saat ini memasang target cukai sangat besar.
Menurut Deddy, kampanye negatif seperti deklarasi anti tembakau, sama saja mengganggu konsentrasi para pengusaha yang saat ini difokuskan bagaimana memenuhi target cukai yang sangat tinggi dari pemerintah.
Ia khawatir, dengan gangguan kampanye hitam di tengah iklim usaha yang kurang kondusif membuat beban pengusaha makin meningkat. "Sekarang ini dalam posisi sangat rawan tidak tercapai target," ujar dia, Senin (20/4/2015).
Ia berharap selain kampanye negatif dikurangi, pemerintah juga membuat grand design bagaimana melindungi industri hasil tembakau terutama pabrik-pabrik kecil agar tidak gulung tikar dengan kenaikan cukai tinggi.
Tanpa ada sokongan pemerintah maka hal buruk seperti permainan pita cukai dikhawatirkan bisa terjadi. "Pemerintah harus memberi perhatian pada perusahaan IHT kecil," kata dia.
Deddy menegaskan, meski kampanye negatif terhadap tembakau tiap waktu terus bergulir, namun kontribusi terhadap APBN tak kunjung turun. Target cukai berapa pun selalu bisa dipenuhi. Maka tak heran sumbangan IHT nomor dua setelah migas.
Agar kontribusi semakin besar, maka beragam kampanye harus disingkirkan sekaligus industri diberi keringanan seperti ada pajak khusus, kemudian fasilitas kredit, juga diberikan penghargaan bagi mereka yang mencapai target.
"Kampanye negatif ini selalu dipengaruhi kepentingan persaingan dagang dari pihak luar, karena pasar dalam negeri sangat besar. Masuk musim kemarau, jangan lagi diganggu dengan kampanye hitam karena ini masa puncak produksi industri tembakau," tegasnya.
Kadin menilai deklarasi anti tembakau kental aroma kepentingan pihak asing untuk membuat Industri Hasil Tembakau di dalam negeri makin tidak berkutik. "Deklarasi itu sangat mengagetkan. Saya menilai pasti ada orang atau pihak tertentu me-remote dari luar, apalagi deklarasi itu dilakukan di jantung industri tembakau, yakni Jawa Timur. Ada grand design dari asing pokoknya Indonesia jangan berdiri sebagai negara industri," tandasnya.
Ia setuju dengan Ketua Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Jawa Timur, Sulami Bahar bahwa jika memang anti tembakau anti rokok tidak usah dideklarasikan karena rawan konflik kepentingan.
"Tidak perlu dideklarasikan, kami juga tidak ingin ada konflik. Toh, sekarang orang merokok sudah dipojokkan, padahal itu hak asasi. Urusan penyakit tidak ada kaitan nikotin. Ingat saat kita semua belum lahir, tembakau terutama rokok kretek sudah hadir, dan itu jelas heritage negara ini," tandasnya.
Ketua Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Jawa Timur, Sulami Bahar menegaskan, deklarasi itu sama saja hendak memberangus hak asasi dan hak konstitusional para perokok.
Ia mengingatkan, bila sikap antipati itu kemudian diorganisasir, bahkan kemudian dideklarasikan, maka sudah pasti punya tujuan 'teror'. Sulami curiga, deklarasi itu ditunggangi pihak-pihak tertentu yang selama ini selalu merongrong industri hasil tembakau nasional.
"Bersikap anti tembakau, sama saja anti petani dan itu dapat dikategorikan meneror. Jika tujuan organisasi seperti itu sekali lagi jelas sama saja memusuhi petani di daerah hingga industri hasil tembakau," tandas Sulami.
Ia khawatir, sikap antipati terhadap tembakau yang mulai masuk ke daerah, juga dipengaruhi kepentingan kampanye anti tembakau yang disponsori agen-agen industri internasional. (Nrm/Gdn)
Energi & Tambang