Inflasi Terjaga Bakal Bantu Kebijakan Penghasilan Tak Kena Pajak

Kebijakan pemerintah menaikkan penghasilan tak kena pajak menjadi Rp 3 juta positif untuk topang daya beli masyarakat.

oleh Agustina Melani diperbarui 28 Jun 2015, 19:20 WIB
Diterbitkan 28 Jun 2015, 19:20 WIB
Ilustrasi Pajak (2)
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah harus mengendalikan laju inflasi agar kebijakan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari semula Rp 2,02 juta per bulan menjadi Rp 3 juta per bulan dapat berjalan efektif.

Pengamat pajak Yustinus Prastowo mengatakan, kebijakan pemerintah menaikkan ambang batas PTKP menjadi Rp 3 juta positif untuk mendorong daya beli masyarakat. Bila dilihat dari penghasilan pegawai maka itu mendorong kenaikan penghasilan tetapi kalau dilihat dari sisi rumah tangga tidak terlalu besar.

"Kalau dihitung take home pay punya kelebihan Rp 600 ribu per tahun ini topang konsumsi masyarakat," ujar Yustinus saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (28/6/2015).

Akan tetapi, kebijakan ini dapat menemui kendala bila inflasi tinggi sehingga membuat daya beli masyarakat menurun. Karena itu, Yustinus mengharapkan, pemerintah dapat menjaga inflasi agar kebijakan PTKP menjadi efektif.

Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan laju inflasi pada Mei 2015 mencapai 0,50 persen. Adapun berdasarkan indeks harga konsumen (IHK) dari total 82 kota, 81 kota tercatat mengalami inflasi dan 1 kota deflasi.
Laju inflasi  year on year (Mei 2014-Mei 2015) tercatat mencapai 7,15 persen. Sedangkan secara tahun kalender (April-Mei 2015) terjadi deflasi sebesar 0,42 persen.

Selain itu untuk meningkatkan daya beli masyarakat, Yustinus menilai, kebijakan pemerintah untuk pajak juga seharusnya lebih dipersempit. Yustinus mencontohkan, setiap pegawai perempuan mendapatkan pengurangan pajak. Hal ini lantaran harus membayar gaji asisten rumah tangga.

Buruh dan pegawai yang sudah berusia tidak produktif lagi juga mendapatkan keringanan pajak sehingga dapat digunakan untuk membiayai dana pensiun. "Jadi kebijakan itu lebih spesifik sambil melihat kebutuhannya," kata Yustinus.

Meski demikian, Yustinus mengingatkan, kebijakan PTKP ini juga harus menjadi perhatian pemerintah dan pengusaha. Hal itu mengingat bila ekonomi belum pulih pada tahun depan, kebijakan PTKP dapat mendongkrak kenaikan upah minimum.

"Dengan kebijakan ini jadi terlihat pengusaha seperti menaikkan UMR tanpa harus memberikan kenaikan lebih tinggi. Tetapi hati-hati pada Januari saat perundingan upah minimum. Karena PTKP dapat menaikkan upah minimum," ujar Yustinus.

Untuk diketahui, Komisi XI DPR RI menyetujui usulan Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang PS Brodjonegoro yang menaikkan ambang batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari semula Rp 2.025.000 per bulan menjadi Rp 3 juta per bulan.

Atas persetujuan ini, Bambang Brodjonegoro mengatakan, pihaknya akan menyiapkan PMK (Peraturan Menteri Keuangan) mengenai perubahan PTKP tersebut, sehingga diharapkan per 1 Juli 2015 sudah mulai berlaku.

Dengan demikian, perusahaan tak lagi boleh memungut pajak bagi karyawan yang bergaji sampai maksimal Rp 3 juta per bulan atau Rp 36 juta setahun.

Dalam penjelasannya, Menkeu Bambang Brodjonegoro mengatakan, penyesuaian ambang batas PTKP dari Rp 24,3 juta setahun menjadi Rp 36 juta setahun didasari beberapa pertimbangan.

Bambang mengungkapkan, setidaknya ada tiga alasan PTKP disesuaikan besarannya. Pertama, adanya perlambatan ekonomi. Kedua, perlunya meningkatkan daya beli masyarakat dan yang ketiga, yakni menyesuaikan dengan kenaikan upah minimum provinsi 2015. (Ahm/)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya