Pertamina Kantongi Laba Rp 7,69 Triliun pada Semester I

Harga minyak Indonesia jatuh ditambah depresiasi nilai tukar rupiah mempengaruhi kinerja PT Pertamina (Persero) pada semester I 2015.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 05 Agu 2015, 14:43 WIB
Diterbitkan 05 Agu 2015, 14:43 WIB
Ilustrasi Pertamina
Ilustrasi Pertamina (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) mencatatkan laba bersih sebesar US$ 570 juta atau sekitar Rp 7,69 triliun (asumsi kurs Rp 13.500 per dolar Amerika Serikat) selama semester I 2015. Laba tersebut didorong oleh peningkatan kinerja operasional berbagai lini bisnis.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Dwi Soetjipto mengatakan pihaknya perlu mencari terobosan untuk mempertahankan kinerja keuangan sehat. Hal itu mengingat harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) yang anjlok ditambah nilai tukar rupiah tertekan terhadap dolar Amerika Serikat.

"Dalam situasi industri minyak dan gas yang mengalami guncangan Pertamina melakukan berbagai upaya efisiensi," kata Dwi, di Jakarta, Rabu (5/8/2015).
Dwi mengungkapkan, ICP jatuh ke posisi US$ 59,4 per barel hingga Juni 2015. Angka itu jauh dari rata-rata ICP pada periode yang sama 2014 sebesar US$ 106,6 per barel.

"Di sisi lain, rupiah terdepresiasi hingga lebih dari 10 persen dalam kurun waktu sama," tutur Dwi.

Di pos pendapatan, Pertamina malah membukukan penurunan sekitar 40,69 persen menjadi US$ 21,79 miliar atau sekitar Rp 294,16 triliun (asumsi kurs Rp 13.500 per dolar AS) pada semester I 2015. "Pendapatan naik pada akhir 2014, dan awal kuartal I 2015 sempat turun," ujar Dwi.

Pertamina juga mampu menurunkan beban. Ini dilihat dari beban pokok dan usaha turun 35,26 persen atau mencapai US$ 20,22 miliar. Hal karena pengaruh kuat akibat penurunan harga minyak mentah. Sedangkan EBITDA mencapai US$ 2,32 miliar.

Dwi mengingatkan, salah satu faktor penting mempengaruhi kinerja yaitu Pemerintah telah memutuskan Pertamina tidak melakukan perubahan harga bahan bakar minyak (BBM) baik untuk jenis tertentu, penugasan, mau pun jenis BBM umum sesuai dengan formula sudah ditetapkan.

Hal itu membuat Pertamina mengalami kehilangan pendapatan tinggi. Hal itu dirasakan hingga kini akibat menjual produk di bawah harga keekonomian dengan besaran sekitar Rp 12,6 triliun hingga Juli.

Di tengah tantangan mulai dari harga minyak jatuh dan depresiasi nilai tukar rupiah, Pertamina dapat mengatasi tantangan-tantangan tersebut dengan terus meningkatkan kinerja operasional. Selain itu, Pertamina melakukan efisien hingga dapat meraih laba bersih ketimbang awal tahun yang sempat rugi.

"Banyak perusahaan di dunia yang melakukan aksi-aksi terobosan agar dapat survive, mulai dari pengurangan belanja modal hingga pemangkasan tenaga kerja di awal tahun yang masih berlanjut hingga saat ini," ujar Dwi. (Pew/Ahm)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya