Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal II 2015 sebesar 4,67 persen. Dari sisi pengeluaran, perlambatan ekonomi ini terpengaruh dari penjualan kendaraan dan impor barang konsumsi yang terkontraksi.
Kepala BPS Suryamin mengungkapkan, sejak kuartal I 2011, pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah mengalami perlambatan sampai kuartal II ini. Penyebabnya karena harga komoditas masih rendah dan pengaruh pelemahan ekonomi global
"Pada kuartal I 2011, Indonesia mendulang pertumbuhan ekonomi 6,48 persen dan kini hanya 4,67 persen. Jadi landai saja," ucap dia saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (5/8/2015). Â
Dari sisi pengeluaran, lanjut Suryamin, pertumbuhan ekonomi 4,67 persen (year on year) disumbang karena pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 4,97 persen, pengeluaran konsumsi lembaga non profit (LNPRT) terkontraksi 7,91 persen.
Sementara konsumsi pemerintah 2,28 persen, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 3,55 persen, ekspor merosot negatif 0,13 persen dan impor melorot signifikan 6,85 persen.
Lebih jauh kata Suryamin, pertumbuhan komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga melambat terindikasi dari anjloknya penjualan sepeda motor dan mobil serta impor barang konsumsi terkontraksi. "Sayangnya industri manufaktur Indonesia belum bisa menggantikannya," ujar dia.
Lanjut dia, pengeluaran konsumsi pemerintah tumbuh lebih baik karena dorongan belanja bantuan sosial (bansos), seperti penyaluran beras miskin dan sebagainya. Hanya saja, pengeluaran belanja barang mengalami penurunan.
"Pertumbuhan komponen PMTB melambat karena turunnya impor barang modal jenis mesin dan kendaraan produksi domestik. Selain itu juga dipengaruhi melambatnya pertumbuhan barang modal jenis bangunan atau konstruksi," jelasnya.
Kata dia, komponen ekspor pun terkontraksi karena melemahnya kinerja ekonomi di negara tujuan ekspor indonesia serta melemahnya harga komoditas utama ekspor indonesia di pasar internasional.
Sedangkan kinerja impor terperosok lebih dalam dibanding kontraksi pertumbuhan ekspor karena impor nonmigas dan jasa yang tumbuh negatif.
"Ada 13 negara yang menyerap ekspor kita dan mengalami pelemahan. Paling terpengaruh dari penurunan ekonomi AS, Tiongkok dan Singapura," papar dia. (Fik/Nrm)