Liputan6.com, Jakarta - Kondisi perekonomian RI tidak terlalu baik akhir-akhir ini. Terlihat, nilai tukar rupiah terus melemah mendekati 14.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tersungkur 105,95 poin (2,39 persen) ke level 4.335,95 pada penutupan perdagangan saham Jumat kemarin.
Bersamaan dengan itu, kondisi di pemerintahan dalam negeri juga sedikit memanas. Hal ini terkait dengan ajakan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli untuk melakukan debat publik soal proyek 35 ribu megawatt (MW) dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK.
Namun, JK enggan menanggapi ajakan itu dan meminta Rizal ‎belajar terlebih dahulu sebelum berkomentar. Sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno juga sempat geram dengan pernyataan Rizal Ramli yang dianggap ikut campur urusan pembelian pesawat yang akan dilakukan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA).
Ketua Public Opinion and Policy Research (Populi) Centre Nico Harjanto menyayangkan kondisi tersebut.
Advertisement
"Semua menteri harus tetap jaga soliditas kabinet karena sekarang dalam ekonomi sulit soliditas diperlukan supaya masyarakat dan pelaku pasar bisa percaya bahwa pemerintah ini benar-benar utuh, dan di bawah kendali presiden sehingga nggak ada lagi agenda-agenda pribadi," katanya, Jakarta, Sabtu (22/8/2015).
Dia mengatakan, seteru kabinet akan merusak agenda pemerintah dalam perbaikan ekonomi. Harusnya, lanjut dia jajaran kabinet memahami hal tersebut.
"Mereka nggak merasa yang namanya primus inter pares di dalam kabinet. Nggak ada yang paling diutamakan berpengaruh dipercaya, itu harus dipahami. Karena komandan dari semuanya adalah presiden dan wapres. Oleh karena itu mereka harus loyal dan patuh pada perintah presiden dan wakil presiden," jelasnya.
Nico pun berkomentar pernyataan menteri yang kontroversial akan melemahkan kepercayaan publik ke pemerintah. Dia bilang, hal tersebut tidak sepantasnya terjadi pada saat ini.
"Pemerintah untuk memperbaiki ekonomi, terutama memperbaiki persepsi. Contoh Menteri Keuangan kenapa rupiah sampai 14.000 karena ekspektasi yang berlebihan. Saya kira ini yang harus dijawab para menteri jangan sampai mereka berlomba-lomba melakukan pencitraan, mencari perhatian, menjadi darling, pahlawan kesiangan. Ini yang nggak diperlukan dalam situasi sulit seperti sekarang ini," tandas dia. (Amd/Ndw)