Menhub Jonan: Jika Dana Jebol, Tutup Saja Proyek Kereta Cepat

Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan mengatakan proyek kereta cepat kalau business to business tidak ada jaminan pemerintah.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 03 Sep 2015, 22:00 WIB
Diterbitkan 03 Sep 2015, 22:00 WIB
20150711-Menteri Perhubungan Ignasius Jonan-Jakarta 2
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan menegaskan pemerintah bakal menutup atau menghentikan pembangunan kereta cepat (High Speed Railways/HSR) rute Jakarta-Bandung apabila pendanaan proyek ini jebol dan "terpaksa" harus ditanggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Kalau business to business (B to B) tidak akan ada subsidi, tidak akan pakai APBN, tidak ada jaminan pemerintah. Kalau sampai jebol, tutup saja, tidak usah diterusin proyeknya," tegas dia di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (3/9/2015).

Ketika dikonfirmasi lebih jauh apakah investasi proyek kereta cepat ini bakal membengkak, Jonan mengaku tidak tahu. "Tidak tahu saya, tidak bisa memastikan. Ini B to B," ujar Jonan.

Seperti diketahui, dalam proposal investasi kereta cepat Jakarta Bandung dari Jepang menawarkan sekira Rp 87 triliun. Sedangkan pihak China memperkirakan kebutuhan investasi untuk pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung sekira Rp 78 triliun.

Sebelumnya, Jonan memberikan sinyal penolakan Presiden Jokowi terhadap proposal yang disodorkan pihak China dan Jepang. Dia mengatakan, pemerintah menyerahkan pembangunan megaproyek tersebut kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dikategorikan sebagai badan usaha bukan pemerintah.

"Presiden sepakat pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung tidak pakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena saat ini sudah ada jalur eksisting kereta. Kalau mau bikin kereta dengan jalur berbeda, ya biarkan saja, biar dunia usaha yang bangun," terang dia.

Jonan menuturkan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) hanya sebagai regulator yang menyerahkan proyek kereta cepat dengan skema business to business (B to B).

"Iya intinya B to B. Mau BUMN yang bangun, atau BUMN patungan dengan siapa juga boleh. Terserah saja selama tidak pakai APBN langsung maupun tidak langsung. APBN kan terbatas lebih baik bangun kereta api di luar Jawa, seperti kereta Trans Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua," ujar dia.

Meski tidak secara frontal mengatakan penolakan terhadap proposal tersebut, namun Jonan menegaskan, pengerjaan konstruksi proyek kereta cepat melalui jalan B to B, maka diserahkan kepada BUMN dan perusahaan pelat merah itu bisa menggandeng pihak China maupun Jepang.

"Putusannya harus B to B. Proposal ditawarkan ke pemerintah, sekarang pemerintah tidak ikut-ikutan. Kami cuma jadi regulator, mau dibikin kereta cepat, setengah cepat, seperempat cepat atau tidak cepat, terserah asal B to B saja. BUMN diklasifikasikan sebagai badan usaha bukan pemerintah," tegas Mantan Direktur Utama PT KAI (Persero) itu.

Jonan menghitung jarak Jakarta-Bandung sepanjang 150-180 Kilometer (Km). Kereta cepat ini diyakini mampu melesat dengan kecepatan lebih dari 300 Km per jam.

"Jika dengan jarak 150 Km butuh 5 stasiun, maka satu stasiun harus berjarak 30 Km. Jakarta-Bandung bisa ditempuh dalam waktu 40 menit, dengan begitu interval setiap stasiun 8 menit. Apa bisa? Saya kira tidak bisa. Jadi kami sarankan tidak pakai kereta cepat," tegas dia.

Idealnya, kata Jonan, moda transportasi massal kereta cepat alias Shinkansen dibutuhkan untuk jarak jauh, minimal Jakarta-Surabaya. (Fik/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya