Darmin: Pangan Selalu Jadi Biang Kerok Kenaikan Inflasi

Inflasi inti Indonesia dengan Filipina berada di kisaran yang saja sejak 30 tahun lalu karena karakteristik persoalan yang serupa.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 18 Sep 2015, 16:50 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2015, 16:50 WIB
20150916-Jokowi Minta Para Menteri Cari Terobosan Untuk Permudah Investasi-Jakarta
Menko Perekonomian Darmin Nasution memberi keterangan usai Rapat Terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Rabu (16/9). Presiden Jokowi meminta seluruh kementerian membuat terobosan untuk memudahkan investasi di Indonesia. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, musim hujan dan kekeringan kerap membuat pemerintah dilema lantaran realisasi inflasi akan melonjak signifikan. Kondisi tersebut dipicu kenaikan harga bahan pangan.

"Inilah ironisnya, sebagian besar inflasi di Indonesia disebabkan harga pangan. Saya bekas Gubernur Bank Indonesia (BI), percayalah," ucap dia saat menggelar Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Jumat (18/9/2015).

Penyebab utama lain, kata Darmin, inflasi yang bersumber dari harga-harga barang yang diatur pemerintah (administer prices), seperti harga bahan bakar minyak (BBM), tarif listrik, harga Elpiji dan sebagainya.

"Core inflasi atau inflasi inti kita datar saja 4 persen sampai 4,5 persen. Itu tinggi dibanding Malaysia dan Thailand, mereka punya inflasi 2 persen-3 persen," paparnya.

Inflasi inti Indonesia di kisaran 4 persen-4,5 persen, sambung dia, sama dengan Filipina. Kedua negara ini sama-sama negara kepulauan sehingga memiliki karakteristik persoalan yang serupa, misalnya permasalahan logistik dan infrastruktur.

"Dulu 15-30 tahun lalu, inflasi Indonesia dan Filiphina bisa dobel digit. Tapi belakangan ini semakin rendah. Lalu Filipina bisa memperbaikinya dengan inflasi inti saat ini 3,5 persen," tegasnya.

Untuk itu, Darmin mengatakan, pemerintah berupaya menjaga stabilitas harga pangan agar laju inflasi terkendali. "Jangan sampai harga pangan meningkat, apalagi signifikan. Kalau itu terjadi, akan berakumulasi dengan persoalan kurs rupiah dan inflasi makin besar," pungkas dia.

Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan laju inflasi pada Agustus 2015 kemarin mencapai 0,39 persen. Kepala BPS, Suryamin menuturkan, inflasi tembus 7,18 persen secara tahun ke tahun (Year on Year). Kalau secara tahun kalender (year to date) tercatat 2,29 persen. Komponen inti pada Agustus 2015 tercatat 0,52 persen, sedangkan tingkat inflasi komponen inti tahun ke tahun mencapai 4,92 persen.

"Inflasi Agustus ini terendah sejak 2010 bahkan 2007. Inflasi 0,76 persen pada 2010, 2011 sekitar 0,93 persen, 2012 sekitar 0,95 persen, 2013 sekitar 1,12 persen, dan pada 2014 0,47 persen. Sedangkan inflasi Agustus 2015 tercatat 0,39 persen," kata Suryamin.

Suryamin menuturkan, inflasi tercatat 0,39 persen pada Agustus 2015 itu disumbangkan dari inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga sebesar 1,72 persen, bahan makanan sebesar 0,91 persen, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,71 persen, dan komponen kesehatan 0,70 persen. Sedangkan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan minus 0,58 persen. (Fik/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya