Cegah Kartel Garam, Kuota Impor Bakal Dibuka

Pemerintah akan membuka kuota impor garam, namun sebagai alat kontrolnya, pemerintah akan menerapkan sistem tarif.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 21 Sep 2015, 14:59 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2015, 14:59 WIB
Garam 1
Foto: Food Navigator

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan membuka kuota impor garam untuk memberantas aksi kartel dalam importasi garam. Seperti diketahui, ada tujuh importir garam yang melakukan aksi tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Maritim Rizal Ramli mengungkapkan, para kartel mengambil kesempatan atas penerapan kuota impor. Hal tesebut terjadi karena pasokan garam menjadi terbatas sehingga harga menjadi mudah dimainkan.

"Sistem kuota ini sangat merugikan karena yang menarik manfaat dan keuntungan bukan rakyat," kata Rizal, di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kematiriman, Jakarta, Senin (21/9/2015).

Untuk mencegahnya, pemerintah akan membuka kuota impor. Namun sebagai alat kontrolnya, pemerintah akan menerapkan sistem tarif pada impor garam yang dilakukan oleh sektor industri.

"Sistem kuota tidak bagus. Saya akan menerapkan sistem tarif, siapa pun boleh impor tapi kena tarif, supaya petani garam terlindungi," tuturnya.

Menurut Rizal, tarif tersebut akan digunakan untuk pengembangan garam produksi petani dalam negeri sehingga akan meningkatkan kualitasnya.

"Saya minta penerimaan tarif impor garam dipakai untuk membiayai program perbaikan garam rakyat, untuk memperbaik industri garam kita," pungkasnya.

Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus praktik curang atau kartel pada bisnis garam. Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengatakan bahwa ada tiga modus operandi dalam dugaan kartel garam.

Pertama dugaan kartel garam impor, kedua kartel garam lokal, dan ketiga kombinasi antara kartel impor dan lokal. "Kalau garam impor beli Rp 500 per kg dari luar, terus jual di distributor Rp 1.500 harga yang disepakti kan kartel. Di lokal juga gitu," kata dia.

Dia mengatakan, petambak tergantung dengan jumlah pembeli yang sedikit. Para pembeli inilah yang menentukan harga dan disebut kartel.

"Kombinasi kartel garam impor dan lokal, karena ada kewajiban pemerintah kalau impor sekian serap sekian. Mereka impor dulu pada harga Rp 500 dirembeskan konsumen sepakat pada harga tertentu itu sudah kartel, karena rembesan harga konsumen turun. Pada saat itu dia menyerap lokal pada harga rendah," jelasnya.

Dari praktik kartel, pihaknya menyebut keuntungannya mencapai triliunan rupiah. Untuk kartel impor garam saja, jika dihitung selisih impor dan penjualan dikali dengan total impor garam sebanyak 2,25 juta ton setahun menghasilkan pundi-pundi uang sebanyak Rp 2,25 triliun. (Pew/Gdn/Sar)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya