Rupiah Lesu, Relaksasi Penting bagi Industri

Relaksasi dari pemerintah diharapkan dapat meringankan beban industri karena nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

oleh Septian Deny diperbarui 26 Sep 2015, 11:08 WIB
Diterbitkan 26 Sep 2015, 11:08 WIB
Perlambatan Ekonomi Indonesia Mengkhawatirkan
Suasana gedung bertingkat di kawasan Jakarta Pusat, Jumat (15/5/2015). Perlambatan ekonomi Indonesia di triwulan I tahun 2015 sebesar 4,7 persen dinilai para pengamat ekonomi sangat mengkhawatirkan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerintah seharusnya memberikan berbagai macam bentuk relaksasi bagi industri di dalam negeri. Dengan demikian, industri bisa bertahan dari turunnya daya beli masyarakat dan nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Pengamat Ekonomi Didik J Rachbini mengatakan, dengan adanya relaksasi dari pemerintah, beban industri akibat ongkos produksi membengkak karena anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bisa sedikit diringankan. "Relaksasi penting, dunia usaha mau relaksasi ya sekitar 1-2 tahun," ujar Didik di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (26/9/2015).

Menurut dia, salah satu yang relaksasi yang bisa dilakukan oleh pemerintah yaitu menurunkan pungutan pajak dan cukai bagi industri. Didik mencontohkan, kenaikan cukai rokok yang begitu besar pada tahun depan dinilai hanya akan mematikan industri rokok.

Padahal industri tersebut selama ini cukup banyak berkontribusi bagi penerimaan negara dan menyerap tenaga kerja."Relaksasi di pajak dan sisi lain itu penting. Cukai (rokok) memang harus naik, karena untuk pengendalian. Tetapi harus mengikuti plus minus inflasi," lanjutnya.

Dengan membebankan cukai begitu besar bagi produk rokok, lanjut Didik, maka bukan hanya membawa dampak bagi industri rokok tetapi juga pada sektor lain seperti pada petani tembakau dan usaha kecil."Karena di sini berbeda dengan Singapura yang tidak punya petani tembakau, yang tidak ada pedagang asongan," kata Didik. (Dny/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya