Liputan6.com, New York - Harga emas melonjak pada penutupan perdagangan Jumat (Sabtu pagi waktu Jakarta) setelah data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) lebih rendah dari yang diharapkan. Buruknya data tenaga kerja tersebut memberikan sinyal bahwa pertumbuhan ekonomi di AS masih belum pulih. Hal ini mengurangi harapan pelaku pasar akan rencana kenaikan suku bunga AS.
Mengutip Wall Street Journal, Sabtu (3/10/2015), di awal perdagangan, harga emas sempat melemah hampir 1 persen. Namun kemudian berbalik arah setelah keluarnya data tenaga kerja.
Harga emas untuk kontrak Desember, merupakan kontrak yang paling aktif diperdagangkan melonjak 2,1 persen menjadi US$ 1.136,60 per ons di Divisi Comex New York Mercantile Exchange.
Departemen Perdagangan AS mengatakan bahwa US Nonfarm Payrolls naik 142.000 pada September, jauh di di bawah konsensus yang diharapkan oleh para analis dan ekonom yang disurvei oleh Wall Street Journal. Hasil konsensus menunjukkan bahwa data Nonfarm Payrolls di angka 200.000.
Sementara untuk tingkat pengangguran sesuai dengan hasil konsensus, yaitu berada di level 5,1 persen.
Semula jika data dari Departemen Perdagangan AS sesuai dengan konsensus maka kemungkinan Bank Sentral AS untuk menaikkan suku bunga lebih terbuka. Dampaknya, para investor akan memilih menanamkan modalnya di pasar saham atau pasar obligasi karena memiliki imbal hasil yang menarik jika dibanding dengan emas.
Pasar saham memberikan keuntungan lebih, yaitu pembagian dividen di luar kenaikan harga. Adapun pasar obligasi memberikan keuntungan lebih berupa imbal hasil.
Namun dengan buruknya data tersebut, pelaku pasar berpikir ulang dan memilih untuk meletakkan investasinya di logam mulia yang merupakan instrumen save haven.
"Ini melenceng terlalu lebar," jelas Broker Senior di RJ O’Brien, Chicago, Bob Haberkorn. Dengan data tersebut kemungkinan bisa membuat harga emas terus terbang hingga akhir tahun.
Ia melanjutkan, dengan data-data tersebut, kecil kemungkinan bagi Bank Sentral AS untuk menaikkan suku bunga pada tahun ini. "Sulit bagi The Fed untuk melakukannya," ia menambahkan.
Harga emas tahun ini mengalami tekanan yang cukup dalam karena adanya ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed. Kebijakan moneter tersebut telah membuat dolar AS menguat sehingga menekan harga emas.
Komoditas logam mulia dihindari oleh pelaku pasar karena bagi investor yang bertransaksi dengan menggunakan mata uang di luar dolar AS, keuntungannya akan lebih rendah karena penguatan dolar AS tersebut. (Gdn/Ndw)*