Harga Solar Turun Untungkan Supir Angkutan Umum

Pengusaha angkutan umum mengaku malah terbebani dengan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

oleh Septian Deny diperbarui 10 Okt 2015, 21:00 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2015, 21:00 WIB
20151007-Pemprov DKI Bakal Hapus Bus Sedang di Ibukota -Jakarta
Bus Kopaja 612 jurusan Kampung Melayu-Ragunan menunggu penumpang di terminal Kampung Melayu, Jakarta, Rabu (7/10). Pemprov DKI berencana secara bertahap akan menghapus angkutan umum bus berukuran sedang di Ibukota. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar turun sebesar Rp 200 per liter pada Sabtu 10 Oktober 2015. Penurunan tersebut dinilai membawa keuntungan bagi para supir angkutan umum pengguna solar.

Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengatakan, harga solar turun akan memberikan pendapatan lebih bagi supir angkutan umum meski tidak terlalu besar. Hal ini didapat dari selisih harga solar sebelumnya dengan harga solar baru yang mulai berlaku hari ini.

"Ini membantu bagi para supir baik angkutan barang maupun angkutan orang. Bus kota misalnya, yang setiap hari habiskan 30 liter kalau dikalikan Rp 200 itu sudah ada tambahan pendapatan Rp 6.000. Kalau dia isinya 40 liter per hari, berarti ada tambahan Rp 8.000," ujar Shafruhan di Jakarta, Sabtu (10/10/2015).

Namun sayangnya, pengusaha dan pemiliki angkutan umum tersebut tidak ikut mendapatkan keuntungan dari penurunan harga solar ini. Terlebih lagi dengan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) membuat pengusaha malah terbebani dengan biaya perawatan kendaraan.

"Tapi bagi pengusaha, penurunan itu tidak berpengaruh apa-apa. Pengusaha justru dengan fluktuasi rupiah terhada dolar ini semakin terbebani karena kan ada komponen yang masih harus impor," lanjut dia.

Bahkan untuk mendapatkan keuntungan lebih dari kenaikan tarif pun tidak bisa. Pasalnya tarif angkutan umum baru bisa dinaikan jika ada kenaikan BBM. Belum lagi tarif ini juga diatur oleh dinas perhubungan di daerah masing-masing.

"Pengusaha justru repotnya saat ingin melakukan adjustment tarif, karena harus menunggu BBM naik dulu. Masyarakat tidak pernah mau tahu soal ini," tutur Shafruhan. (Dny/Ahm)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya