Liputan6.com, Jakarta -
Forbes merilis daftar 50 orang terkaya di Indonesia pada periode tahun ini. Harta kekayaan puluhan taipan tersebut menembus US$ 92,04 miliar atau setara Rp 1.271 triliun. Kini nilai kekayaan mereka harus tergerus US$ 9 miliar atau sekitar Rp 124 triliun karena kondisi ekonomi global.
Ketua Tim Ahli Wakil Presiden, Sofjan Wanandi, membenarkan jika nilai kekayaan beberapa orang terkaya di Indonesia yang berbisnis sumber daya alam tergerus akibat dihantam anjloknya harga komoditas, seperti kelapa sawit, batu bara, dan komoditas lain. Ujung-ujungnya, itu berpengaruh terhadap penerimaan pajak tahun ini.
"Orang-orang terkaya ini memang memicu ketimpangan (gini rasio) semakin lebar. Tapi angka-angka (kekayaan) mereka kan dibaca dari laporan keuangan mereka," ujar Sofjan saat ditemui di acara Bank Dunia, Jakarta, Selasa (8/12/2015).
Saat ini pemerintah sedang berjuang menerapkan pengampunan pidana pajak (tax amnesty) untuk menarik dana atau harta kekayaan orang Indonesia yang diparkir di luar negeri, seperti Singapura, Swiss, dan negara lain yang menawarkan insentif maupun pajak penghasilan rendah.
Baca Juga
"Tidak juga (simpan uang di luar negeri). Sekarang masukin dana di luar negeri buat apa? Bisnis di sana pada turun semua. Kita masih lebih baik dengan pertumbuhan ekonomi 4,8 persen. Kecuali di Filipina, pertumbuhan kita lebih baik dibanding yang lain," ia menegaskan.
Hanya saja, kata Sofjan, pengusaha atau miliarder ini takut untuk menyimpan dananya di Indonesia karena ketidakpastian hukum di Tanah Air. Sementara dari sisi penawaran bunga, Indonesia lebih menarik dan ada rencana pemerintah menurunkan Pajak Penghasilan (PPh) Badan Usaha menjadi 20 persen.
"Bunga kita lebih tinggi 4-5 persen, Singapura cuma kasih bunga satu persen. Tapi mereka takut simpan uangnya di Indonesia karena ketidakpastian hukum. Ribut melulu kerjaannya dan cuma janji-janji saja," ucap mantan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) itu.
Sofjan mengaku diskon PPh Badan tersebut sudah cukup meringankan beban pengusaha. Ia mengatakan Indonesia tidak perlu menyamai Singapura yang memberikan PPh rendah bagi pengusaha yang memarkir dananya di negara tersebut.
"Tidak usah lawan Singapura. Dia kan kecil cuma negara service industry saja. Kita kan punya kekayaan, tidak perlu persaingan sama dia. Saingan kita sama negara besar," ucap Sofjan. (Fik/Nrm)**