KUR Rp 120 Triliun Dikucurkan, OJK Wanti-wanti Kredit Macet

OJK mengingatkan perbankan yang ditugaskan mendistribusikan KUR atas risiko kredit macet

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 13 Jan 2016, 18:30 WIB
Diterbitkan 13 Jan 2016, 18:30 WIB
Ilustrasi Ojk
Ilustrasi Ojk (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) akan menggenjot penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) ‎hingga Rp 120 triliun sepanjang tahun ini. Namun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan perbankan yang ditugaskan mendistribusikan KUR atas risiko kredit macet (non performing loan/NPL).

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Irwan Lubis saat Seminar Konglomerasi Sektor Jasa Keuangan di Indonesia mengungkapkan, OJK bakal berkoordinasi dengan bank-bank nasional agar proses penyaluran KUR dapat dilakukan dengan prinsip kehati-hatian (prudent) dan pengendalian risiko yang baik.

"Kami lihat dengan KUR yang plafonnya Rp 100 triliun-Rp 120 triliun, bank harus prudent dalam menyalurkan kredit tersebut. Jangan sampai KUR mendorong NPL perbankan naik," ujarnya di Jakarta, Rabu (13/1/2016).

Dengan pengalaman penyaluran KUR di tahun lalu, Irwan optimistis perbankan mampu menjaga kredit macetnya dengan baik di 2016. Keyakinan tersebut ditopang dari akselerasi pertumbuhan kredit dan program restrukturisasi bank yang berjalan mulus sehingga ada perbaikan dari sisi NPL.

"Kami yakin NPL di tahun ini bisa turun, terjaga di bawah level 2,5 persen," tegas Irwan.

Saat ini, kata Irwan pemerintah sudah menetapkan syarat bagi bank-bank nasional untuk dapat berperan menyalurkan KUR, seperti rekam jejak penyaluran kredit ke sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), serta realisasi kredit macet dari perbankan.

"Kami sudah review, ada beberapa kandidat bank yang memenuhi syarat mungkin lebih dari 20 bank. Tapi kami lihat lagi saat bicara ‎Rencana Bisnis Bank (RBB), apakah mereka punya infrastruktur, IT, sumber daya manusia, pengendalian risiko untuk salurkan KUR. Kalau tidak ya tidak kami rekomendasikan karena terlalu berisiko," tandasnya. (Fik/Ndw)

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya