Pemerintah Turunkan Bea Keluar Ekspor Cangkang Sawit

Besaran tersebut bukan serta merta turun, melainkan dikenakan secara bertahap

oleh Septian Deny diperbarui 25 Jan 2016, 22:11 WIB
Diterbitkan 25 Jan 2016, 22:11 WIB
20150901-Kelapa Sawit
Kelapa sawit (AFP PHOTO/CHAIDEER MAHYUDDIN)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah akan menurunkan pungutan bea keluar ekspor cangkang sawit yang selama ini dikenakan sebesar US$ 10 ton. Penurunan bea keluar ini dimaksudkan agar pengusaha sawit di dalam negeri mulai melirik pemanfaatan cangkang sawit tersebut untuk pembangkit listrik ramah lingkungan atau biomassa.

Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, permintaan akan usulan penurunan bea keluar cangkang sawit ini berasal dari Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) yang anggotanya menjadi pengekspor cangkang sawit ke negara lain.

Besaran tersebut bukan serta merta turun, melainkan dikenakan secara bertahap. Rapat koordinasi yang digelar di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, disepakati pungutan bea keluar tersebut akan dikurangi hingga sebesar US$ 3 per ton dan akan kembali mengalami kenaikan secara bertahap hingga kembali ke ‎US$ 10 per ton.

‎"Permintaan HIPPI untuk di 0 persen, tapi dalam rapat tadi diputuskan untuk dibuat bertahap untuk tahun per pertama nanti US$ 3, tahun kedua naik jadi US$ 5, dan tahun ketiga kembali US$ 10 per ton. Mereka minta nggak ada pungutan karena dianggap sampah jadi tidak perlu ada pungutan," ujarnya di Jakarta, Senin (25/1/2016).

Dia menjelaskan, selama ini belum ada inisiatif di dalam negeri untuk membangun pembangkit listrik dengan memanfaatkan limbah sawit. Padahal di negara lain, cangkang sawit yang dianggap tidak berguna ini dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit pengganti batubara. Bahkan cangkang sawit ini dianggap lebih ramah lingkungan.

"Iya tujuannya untuk pembangkit biomassa. Jadi biar tahun ketiga mulai membangun. Kan bangun power plant butuh 2 tahun. Biar pada tahun ketiga sudah bisa kembali sudah harus terbangun‎. Tapi potensi saya belum tahu, kan limbahnya besar. Selama ini kita ekspor dan yang mendapatkan manfaat di sana (negara lain)," jelas dia.

Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Sofyan Djalil mengatakan, sejumlah daerah sebenarnya sudah memanfaatkan limbah sawit ini sebagai pembangkit listrik, namun dengan kapasitas yang relatif kecil.

Namun menurut Sofyan, jika dikembangkan secara serius,‎ cangkang sawit ini sebenarnya bisa membantu mencapai target energi ramah lingkungan (bioenergi) sebesar 23 persen pada 2025.

"Saya tidak punya datanya. Tapi di beberapa daerah sudah berkembang tenaga listrik biomassa. Kecil-kecil memang.Tapi sekarang ini di beberapa negara biomas ini digunakan untuk mendapatkan kredit energi. Maka kita harus mencapai target bioenergi 23 persen 2025, biomassa itu sumber dari bioenergi," tandasnya. (Dny/Zul)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya