Akhir Sengketa Bandara Halim Perdanakusuma

Mahkamah Agung Republik Indonesia menolak permohonan peninjauan kembali PT Angkasa Pura II dalam sengketa pengelolaan Bandara Halim.

oleh Zulfi Suhendra diperbarui 08 Mar 2016, 20:46 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2016, 20:46 WIB
(Foto: Liputan6.com/Nurmayanti)
Lion Air

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Agung Republik Indonesia menolak permohonan peninjauan kembali PT Angkasa Pura II dalam sengketa pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta yang digugat PT Angkasa Transportindo Selaras (ATS), anak usaha Lion Group. Kedua perusahaan ini sepakat untuk bekerjasama dalam pengelolaan Halim.

Pada Jumat, pekan lalu, Direktur Umum Lion Group Edward Sirait menyatakan, pihaknya akan bekerjasama dengan badan usaha lain untuk mengelola Halim. Pasalnya, ATS maupun Lion Group tidak memiliki kapasitas dalam mengelola bandara. Menurut aturan, perusahaan yang bisa mengelola bandara adalah Badan Usaha Bandar Udara (BUBU).

Oleh karena itu, Edward menegaskan, keputusan dari MA ini bukan serta merta berarti PT ATS akan mengambil alih pengelolaan Bandara Halim.

Begitu juga dengan pihak Angkasa Pura II yang dalam hal ini merupakan yang tergugat, menegaskan bahwa mereka tidak akan hengkang dari Halim Perdanakusuma.

"Kami tidak akan hengkang," ujar Corporate Secretary Angkasa Pura II Agus Haryadi.

Kalah 4 Kali

Pesawat Lion Air (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Sengketa ini sudah terjadi sejak 2005, di mana PT Angkasa Pura II menjadi tergugat kedua. PT Angkasa Pura II sudah sejak lama berusaha memenangkan sengketa pengelolaan bandara ini.

Agus Haryadi mengatakan, pihaknya sudah 4 kali kalah dalam persengketaan ini. Mulai dari dua kali di tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, kalah kasasi di Mahkamah Agung dan yang terakhir kalah dalam permohonan peninjauan kembali (PK). "Kalau di sepak bola istilahnya kita sudah kalah 4-0," jelas dia.

Meski begitu, Agus mengatakan, Angkasa Pura II menghormati dan akan mematuhi keputusan yang telah ditetapkan. Lagi pula, PT Angkasa Pura II tak akan melepas Bandara Halim begitu saja. Keduanya bakal bekerjasama untuk mengelola Bandara Halim.

Direktur Umum Lion Air Edward Sirait juga menegaskan pihaknya tidak akan mengambil alih bandara yang berada di Jakarta Timur tersebut. "Kami tidak ada keinginan untuk mengambil alih," katanya.

Konsep Kerja Sama

Kedua perusahaan tersebut bakal menjalin kerja sama, dan keduanya punya peran masing-masing. Bandara Halim Perdanakusuma bakal tetap dikelola PT Angkasa Pura II, dan Lion Air melalui PT ATS berperan menjadi investor.

Pasalnya, Bandara Halim dinilai masih bisa dikembangkan ke depannya. Agus mengatakan, pengembangan yang mungkin akan dilakukan terhadap Bandara Halim Perdanakusuma mencakup sisi darat maupun sisi udara.

Di sisi darat, pengembangan yang bisa dilakukan adalah perluasan terminal atau pun mengubah bangunannya. Sementara di sisi udara adalah menambah paralel taxi way untuk memperbanyak slot penerbangan.

Terkait, dewan direksi atau bagi hasil dari untung yang dihasilkan nantinya, kedua perusahaan ini bakal membahas lebih lanjut. Ada kemungkinan, porsi investasi yang dikeluarkan juga menjadi pertimbangan besaran porsi di pengelolaan ini.

Angkasa Pura II selama ini sudah banyak berinvestasi di Bandara Halim. Aset BUMN tersebut hingga sekarang mencapai Rp 200 miliar. Setiap tahun, lanjut Agus, PT Angkasa Pura II menggelontorkan biaya perawatan dan pengembangan, baik itu dari sisi darat ataupun sisi udara.

"Tahun ini kita sudah alokasikan Rp 46,6 miliar. Tapi karena kalah PK, maka kami hold dulu," tutur dia.

Meski Lion Air berperan sebagai investor, tak menutup kemungkinan nantinya Angkasa Pura II juga ikut berkontribusi menggelontorkan dana.

Pengembangan Bandara

Terminal Terminal 3 Ultimate Bandara Internasional Soekarno Hatta mengusung konsep modern ini akan menggunakan berbagai teknologi baru yang ramah lingkungan, Tangerang, Banten, Rabu (27/1/2016). (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Saat ini, slot penerbangan di Bandara Halim Perdanakusuma sekitar 70 penerbangan. 58 penerbangan merupakan penerbangan komersial, yaitu Citilink, Batik Air, dan Susi Air. Sementara sisanya adalah penerbangan charter dan militer.

Agus mengatakan, berdasarkan SKB 3 menteri, yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Perhubungan dan Menteri Pertahanan, penerbangan komersial berjadwal merupakan prioritas ketiga, di bawah VVIP dan militer.

Dengan adanya kerja sama ini, diharapkan slot penerbangan bisa ditambah. Namun Agus menegaskan, meski Lion Air punya hak atas ini, penentuan slot penerbangan harus tetap proporsional.

"Tetap harus menghormati prinsip bisnis. Slot penerbangan dibagi secara proporsional, karena kemungkinan slot akan ditambah," tutur dia.

Kapasitas Bandara Halim saat ini mencapai 1,5 juta penumpang, sementara jumlah penumpang yang diangkut setiap tahun mencapai 3 juta penumpang. "Obrol-obrolan dengan Pak Edo (edward Sirait), kita bisa mencapai 5 jutaan," jelas Agus. (Zul/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya