Liputan6.com, Jakarta - Blok Masela, dengan luas area lebih kurang 4.291,35 kilometer persegi (km2), terletak di Laut Arafuru Maluku. Lokasinya sekitar 800 km sebelah timur Kupang Nusa Tenggara Timur atau lebih kurang 400 km di utara kota Darwin Australia, dengan kedalaman laut 300–1.000 meter.
Sumber gas ini beberapa waktu terakhir, menjadi topik perbincangan hangat di Indonesia. Akar utamanya, bukan soal besarnya cadangan gas dan minyak yang dimiliki. Namun terkait penetapan lokasi kilang liquefied natural gas (LNG) Blok Masela.
Dua menteri di Kabinet Kerja Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat berseberangan pendapat perihal lokasi blok tersebut.
Advertisement
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menginginkan kilang LNG Blok Masela dikembangkan di lepas pantai (offshore) atau floating liquefied natural gas (FLNG).
Keinginan Sudirman Said seiring rekomendasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Berbeda, Menteri Koordinator bidang Maritim Rizal Ramli ingin proyek tersebut dibangun di darat (onshore).
Sesuai POD, Blok Masela direncanakan memproduksi gas sebanyak 355 MMSCFD dan kondensat 8.400 barel per hari (bph).
Rencananya, Blok Masela akan dikelola Royal Dutch Shell dan Inpex Corporation. Saat ini, hak partisipasi Masela dimiliki Inpex Masela Ltd yang sekaligus bertindak sebagai operator sebesar 65 persen dan sisanya Shell.Â
Dibangun di Darat
Bukan dari Jakarta, di ruang tunggu Keberangkatan Bandar Udara Supadio Pontianak Kalimantan Barat, Rabu (23/3/2016), Presiden Joko Widodo memutuskan eksplorasi Blok Masela akan dilakukan di darat. Ini memperjelas keputusan akhir pemerintah tentang Plan of Development (POD) blok tersebut.
Keputusan tersebut, menurut Jokowi ditentukan setelah mendengar berbagai masukan dari berbagai pihak. "Te‎rkait dengan Blok Masela, setelah melalui banyak pertimbangan, setelah melalui banyak sekali masukan-masukan dan input yang diberikan pada saya. Kita putuskan dibangun di darat (onshore)," ujar dia.
Eksplorasi di darat diputuskan melihat besarnya dampak pelaksanaan proyek tersebut dan biaya yang dikeluarkan.
"Ini proyek jangka panjang, tidak hanya setahun, dua tahun, tidak hanya 10 tahun 15 tahun tetapi proyek yang sangat panjang, yang menyangkut ratusan triliun rupiah," jelas Presiden.
Jokowi juga menjelaskan keputusan tersebut diambil berdasarkan pertimbangan besar, yaitu pengaruhnya yang cukup besar bagi perekonomian didaerah sekitar wilayah eksplorasi dan wilayah regional di sekitarnya.
"Dengan pertimbangan yang pertama, kita ingin ekonomi daerah juga ekonomi nasional, itu terimbas dari adanya pembangunan Blok Masela. Kedua, juga pembangunan wilayah regional development juga kita ingin agar juga terkena dampak dari pembangunan besar, Proyek Masela ini," tutur dia.
Jokowi mengatakan setelah keputusan tersebut dibuat, tindak lanjut pelaksanaan proyek tersebut akan ditangani Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). ‎"Nanti akan ditindaklanjuti oleh Menteri ESDM dan SKK migas. Itu yang bisa saya sampaikan siang ini. Silakan nanti, selanjutnya Menteri ESDM dan SKK Migas yang menyampaikan," kata dia. ‎
Investasi Bakal Tertunda
Keputusan pemerintah membangun blok gas Masela di darat (onshore) memberikan konsekuensi tersendiri. Dengan keputusan ini, maka investasi‎ Royal Dutch Shell dan Inpex Corporation di blok tersebut‎ dipastikan mundur.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan selama ini kajian yang dilakukan kedua investor itu pengembangan (Plan Of Development/POD) dilakukan di lepas pantai.
‎"Sudah itu kita berikan kesempatan untuk mengkaji ulang, dan kemungkinan saja karena memang harus diulang pengkajiannya akan ada penundaan sedikit‎," kata Sudirman.
‎Namun begitu, dirinya memerintahkan Kepala SKK Migas untuk duduk dan bertemu dengan kedua investor demi memastikan penundaan keputusan investasi blok gas abadi di perairan selatan Indonesia.
"Bagaimanapun keputusan bapak Presiden, bagaimana proyek ini memberi manfaat kepada masyarakat dalam pembangunan regional maupun pembangunan ekonomi nasional," tegas dia.
‎Sebelumnya, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi meminta secara khusus kesabaran dari warga Maluku‎. Dengan terpaksa rakyat menjadi tertunda menerima manfaat dari proyek ini.
Amien menambahkan, sebenarnya Inpex Indonesia masih sangat mengharapkan keputusan persetujuan revisi POD dapat segera diberikan dan sesuai keinginannya, yaitu di lepas pantai.
Akan tetapi, Inpex Indonesia juga menyatakan seandainya keputusan tersebut diberikan saat ini dan yang diputuskan tersebut adalah pilihan yang sesuai dengan rekomendasi SKK Migas yaitu Offshore, maka jadwal Final Investment Decision proyek blok Masela mundur hingga 2020.
FID yang direncanakan para investor ini untuk pengembangan ladang gas di lepas pantai, mengingat Inpex dan Shell menginginkan hal itu. Namun, jika keputusan pengembangan di darat, maka FID bakal lebih lama, di atas 2020.
Keuntungan Dibangun di Darat
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menjamin pembebasan lahan untuk‎ fasilitas pengolahan gas Blok Masela di darat (on shore) tidak sulit karena membawa dampak positif bagi perekonomian.
Tenaga Ahli bidang Energi‎ Kemenko bidang Kemaritiman Haposan Napitupulu mengatakan, pembebasan lahan untuk fasilitas pengolahan gas bumi menjadi gas alam cair (Liquid Natural Gas/LNG) tersebut jauh lebih mudah ketimbang pembebasan lahan untuk sumur gas.
"Ada orang yang mengatakan pembebasan tanahnya sulit, nggak. Yang susah membebaskan tanahnya itu kalau kita bangun sumur," kata Haposan.
Dia menilai, untuk membangun pengolahan gas blok Masela di darat akan menciptakan peluang perekonomian baru, sehingga masyarakat bersedia menyerahkan lahan dibangun fasilitas tersebut.
"Pasti mereka berlomba menawarkan. Karena tahu, begitu ada LNG bangun kilang pasti nanti berkembang. Bisa jadi tempat kos, atau jual warung. Jadi mereka menawarkan. Jadi tidak akan bisa ditekan spekulan tanah," ujar dia.
Haposan menuturkan, selain membuka peluang usaha, pembangunan‎ pengolahan gas di darat juga menumbuhkan sektor industri karena fasilitas tersebut menghasilkan produk turunan yang bisa langsung di salurkan.
"Mana yang paling memberikan manfaat untuk wilayah. Kalau FLNG hanya jadi LNG saja itu barang. Kalau darat bisa CNG, dan bisa didistribusikan di wilayah sekitarnya. Kalau di laut tidak bisa, FLNG tidak bisa didistribusikan ke lapangan kecil," tutur dia.
Haposan mengungkapkan, meski pembangunan fasilitas di darat akan terlambat karena harus melakukan kajian ulang, tetapi investor akan tetap menjalankan proyek tersebut, karena kandungan gas yang menjanjikan.
Rasa Syukur Menko RizalÂ
Menko Kemaritiman Rizal Ramli merupakan orang yang ngotot agar kilang LNG Masela dibangun di darat. Alasannya, biaya pengembangan proyek itu lebih murah jika dibangun di laut.
Sebab itu, dia sangat menyambut baik keputusan Presiden Joko Widodo yang memutuskan Masela dibangun di darat. "Alhamdulillah, akhirnya Presiden putuskan kilang Masela dibangun di darat," kata Rizal dalam pesan singkatnya kepada Liputan6.com.
Dia berpendapat, seandainya pembangunan kilang dilaksanakan di laut, maka Indonesia hanya akan menerima pemasukan US$ 2,52 miliar setiap tahun dari penjualan LNG. Angka itu pun diperoleh dengan asumsi harga minyak US$ 60 per barel.
Sebaliknya dengan membangun kilang di darat, gas LNG itu sebagian bisa dimanfaatkan untuk industri pupuk dan petrokimia. Dengan cara ini, negara bisa mengantongi pendapatan mencapai US$ 6,5 miliar per tahun.
Untuk itu, dia menilai dalam kasus Masela, Presiden Jokowi telah menjalankan amanah konstitusi yang sebenar-benarnya agar sumber daya alam digunakan sebesar-besarnya untuk rakyat Indonesia.(Nrm/Ahm)