Mungkinkah RI Bangun Pembangkit Nuklir Thorium?

Indonesia menjadi salah satu negara yang tengah mempertimbangkan untuk membangun PLTN berbasis thorium.

oleh Nurmayanti diperbarui 24 Mei 2016, 17:46 WIB
Diterbitkan 24 Mei 2016, 17:46 WIB
Pembangkit Nuklir Torium
Torium tengah digadang-gadang menjadi salah satu sumber bahan baku yang lebih ramah lingkungan.

Liputan6.com, Jakarta - Thorium tengah digadang-gadang menjadi salah satu sumber bahan baku yang lebih ramah lingkungan, dibandingkan uranium yang selama ini dipakai pada pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).

Indonesia menjadi salah satu negara yang tengah mempertimbangkan untuk membangun PLTN berbasis thorium. Lantas benarkah Indonesia bisa menjadikan thorium sebagai bahan baku pembangkit nuklir hijau?

Ketua Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia (HMNI) Arnold Soetrisnanto mengatakan baru-baru ini muncul lagi debat seputar nuklir yang dipicu thorium, sumber bahan baku baru yang dikatakan berpotensi digunakan untuk reaktor nuklir komersial. Banyak yang menganggap torium sebagai alternatif yang lebih baik daripada uranium tradisional.

"Tidak diragukan lagi bahwa thorium layak untuk didiskusikan dan sangat masuk akal untuk ditindaklanjuti melalui suatu penelitian dan pengembangan yang mendalam," jelas Arnold saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa (24/5/2016).

Namun dia menegaskan, hingga saat ini torium masih berstatus prototipe dan masih dalam kajian research and development (R&D). Masih banyak langkah yang harus dilakukan untuk bisa menjadikan thorium sebagai bahan baku PLTN di Indonesia atau memasuki tahapan komersial.

"Mereka yang paham cara kerja pembangkit energi nuklir mengerti bahwa di antara ekstraksi fisik uranium sampai ke pemanfaatan terdapat rantai teknologi yang sangat panjang dan luar biasa rumit. Mulai dari ekstraksi, konversi, pengayaan dan berakhir dengan fabrikasi bahan bakar," tutur dia.

Menurut dia, bila Indonesia memang ingin membangun PLTN sebaiknya mengacu pada hal yang sudah terbukti. Yakni, pemakaian uranium sebagai bahan baku PLTN.

"Saran saya jangan mengusulkan kepada pemerintah untuk melakukan program torium komersial, karena belum saatnya, nantinya bakal berdarah-darah," dia menjelaskan.

Pandangan Ahli Negara Lain

Senada, beberapa peneliti dari negara lain menilai PLTN berbasis thorium masih sulit terealisasi. Salah satunya dari pakar Malaysia, Mohd Zamzam bin Jafaar yang merupakan CEO Corporation Tenaga Nuklir Malaysia.

"Kami tidak berpikir thorium akan menjadi solusi (ahan bakar nuklir) sampai mungkin 2035," jelas dia seperti mengutip laman nuclearforum.asia.

Menurut dia, thorium memiliki potensi, tetapi itu bersifat jangka panjang untuk menggantikan uranium setidaknya sampai dua dekade ke depan.

"Kita perlu ingat bahwa pembangkit nuklir saat ini memiliki umur yang sangat panjang, dengan beroperasi selama 60 tahun ke depan atau lebih," dia menjelaskan.

Adapun negara yang memiliki industri industri energi nuklir cukup pesat adalah India. Negara ini menjadi contoh sempurna satu wilayah yang memiliki banyak kandungan thorium tetapi tidak dapat mengaplikasikannya menjadi PLTN sampai sekarang.

Menurut mantan Kepala Keselamatan Divisi Energi Atom Dewan Nuklir India, SP Singh yang sudah memiliki pengalaman lebih dari 50 tahun ikut menjelaskan kondisi ini.

"Thorium tidak hanya alternatif dalam jangka pendek. Tidak ada daya reaktor yang  menggunakan thorium dalam skala besar saat ini, tidak ada sama sekali. Saya setuju dengan Zam Zam. mengembangkan sebuah sistem untuk reaktor thorium akan membutuhkan waktu puluhan tahun," tegas dia.

India termasuk wilayah yang memiliki deposit besar uranium dan thorium. Menurut para ahli, negara ini memiliki dua setengah juta ton thorium. Sementara persediaan uranium India ditetapkan bertahan tidak lebih dari 40 tahun

Dengan demikian, dengan deposito besar seperti thorium orang akan menduga bahwa pengembangan reaktor thorium telah datang secara alami untuk sektor nuklir India. Namun ini, tidak terjadi.

Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin pada April lalu pernah mengusulkan, pembangkit listrik menggunakan energi murah yaitu thorium. Hal itu untuk mengatasi tarif listrik industri masih mahal.

Tarif listrik industri masih mahal membuat industri Indonesia tidak dapat bersaing dengan negara lain. Lantaran biaya produksi lebih mahal. "Saat ini harga listrik industri masih mahal," jelas dia.

Saleh mengatakan, perlu efisiensi untuk menekan tarif listrik dengan sumber energi murah. Di Bangka Belitung (Babel) terdapat sumber energi untuk pembangkit dengan harga murah dan ramah lingkungan yaitu torium.

"Di Babel penggunaan thorium untuk membangun energi harga murah ramah bisa bersaing salah satunya mengembangkan pembangkit energi thorium," tutur Saleh.

Ia mengungkapkan, pembangkit listrik tenaga thorium bisa menjadi pengganti pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang saat ini masih dikhawatirkan.

"Kalau nuklir alergi kita pakai thorium, ini murah ramah lingkungan. Industri kita bisa bersaing tidak kalah dengan tetangga kita.  Perlu dirumuskan bersamaan termasuk bangun yang mudah dan murah meski tak pakai nuklir," pungkas Saleh Husin.(Nrm/Ndw)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya