Debat Menteri Pertanian Soal Impor Bawang

Referensi harga bukanlah sesuatu yang tepat untuk menentukan impor.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 21 Jun 2016, 21:29 WIB
Diterbitkan 21 Jun 2016, 21:29 WIB
Keputusan pemerintah untuk tidak impor bawang ‎melalui perjalanan yang panjang.
Keputusan pemerintah untuk tidak impor bawang ‎melalui perjalanan yang panjang.

Liputan6.com, Jakarta - Keputusan pemerintah untuk tidak impor bawang ‎melalui perjalanan yang panjang. Beberapa pihak sempat mengusulkan untuk mengambil langkah pendek dengan melakukan impor guna mengendalikan harga bawang yang melambung. Namun akhirnya rencana wacana tersebut tak berlanjut. 

Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengaku, Kementerian Pertanian tetap kukuh tidak impor bawang kendati harga tinggi. Dia mengatakan, Kementerian Pertanian enggan melakukan impor karena para petani bawang sedang dalam produksi dan menunggu masa panen.

Sebaliknya, Kementerian Perdagangan mengusulkan untuk impor lantaran harga bawang sudah tidak terkendali. dalam pantauan Kementerian Perdagangan, di beberapa daerah harga bawang sempat menyentuh angka RP 45 ribu per kilogram. Padahal harga normal bawang di kisaran Rp 25 ribu per kg. 

"Kemudian, saya minta maaf kepada saudaraku, sahabatku, dari Kementerian Perdagangan. Ini masalah tata niaga, supply chain kita yang terlalu panjang. Saat kami ditanya apakah harus impor bawang atau tidak, saya katakan saat ini di lapangan sedang produksi," kata di Kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),Jakarta, Selasa (21/6/2016).

Referensi harga bukanlah sesuatu yang tepat untuk menentukan impor. Amran mengatakan jika referensi harga jadi patokan maka komoditas lain pun harus impor jika harga tinggi.

"Kalau referensinya harga, izinkan juga harga impor CPO, palm oil, kemudian impor ayam, telur, padahal ini kita ekspor. Minyak goreng kita adalah produsen terbesar di dunia, menghidupi negara lain. Yang lebih menyedihkan, harga di Singapura Malaysia hanya Rp 6.000 kita Rp 11.000 padahal kita ekspor negara mereka," jelas dia.

‎Dia menegaskan, referensi harga bukanlah acuan yang tepat. Dia mengatakan, untuk mengontrol harga, harusnya mengoptimalkan produksi serta distribusi.

"‎Kalau referensinya hanya harga mari kita impor semua. Ayam produksi kita bulan puasa 252 ribu ton, kebutuhan112 ribu ton. Kemudian minyak goreng produksi kita 452 ribu ton tapi produksi 1,8 juta dan kita sudah ekspor harganya ikut naik, apa nggak iri sama bawang. Alhamdulilah bawang tidak jadi impor, minyak goreng turun," tandas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya