Usai Lebaran, Harga Pangan Berangsur Turun

Kementan mengatakan penurunan harga pangan pokok terjadi karena berbagai faktor.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 10 Jul 2016, 09:05 WIB
Diterbitkan 10 Jul 2016, 09:05 WIB
Harga Pangan Usai Lebaran
Penurunan harga pangan pokok terjadi karena berbagai faktor usai Lebaran.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) mengklaim harga kebutuhan pokok, termasuk pangan di DKI Jakarta turun paska Lebaran. Susutnya harga pangan tersebut salah satunya dipengaruhi karena kegiatan pasar murah yang digelar pemerintah serta efek psikologis Ramadhan dan Lebaran telah berakhir.

Kepala Pusat Data dan Informasi Kementan Suwandi menyebut, penurunan harga terjadi pada daging sapi has yang merosot sebesar Rp 9.410 per kilogram (kg), beras premium Rp 760 per kg, daging ayam ras turun Rp 2.000 per kg. Adapula bawang merah turun Rp 1.250 per kg, cabai merah Rp 2.100 per kg, cabai keriting turun Rp 3.000 per kg, dan kentang Rp 1.350 per kg.

Dia mengatakan, penurunan harga pangan pokok terjadi karena berbagai faktor, diantaranya dampak dari masif dan intensifnya kegiatan pasar murah dari Kementan. Selain itu efek psikologi dari Ramadan dan Lebaran yang sudah berakhir, termasuk permintaan berkurang karena masih mudik.

"Operasi pasar murah tahun ini lebih masif telah merambah ke lapak-lapak yang ada pasar tradisional," kata Suwandi dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (10/7/2016).

Menurutnya, agar harga pangan pokok pada Lebaran tahun depan menjadi lebih baik, perlu dilakukan peningkatan kualitas tata kelola pangan. Pertama, antisipasi dimulai dari peningkatan aspek hulu.

"Saat ini sudah dilakukan antisipasi satu musim sebelumnya secara baik sehingga pasokan cukup," ucap Suwandi.

Ke depan, Kementan akan melakukan kalkukasi secara detil jumlah dan jenis produk dengan pengaturan pola tanam, pemetaan sebaran secara terperinci di sentra produksi, pemantauan harian panen, dan seluruh pangan pokok secara online.

Kedua, sambungnya, perlu fokus perbaikan pada aspek hilir. Ini dapat dilakukan dengan memperlancar distribusi pasokan, pengelolaan sistem logistik, penanganan tata niaga, dan stabilisasi harga.

Pada aspek hilir ini fokusnya mendekatkan konsumen ke produsen dan sebaliknya. Caranya, yakni Toko Tani Indonesia (TTI) yang sudah dibangun Kementan dengan Bulog, koperasi, dan pelaku usaha lainnya untuk membeli langsung ke petani, lalu menjual langsung ke konsumen.

"Untuk itu, sejak awal pelaku di hilir mesti bermitra dengan para petani atau kelompok tani sebagaimana telah dilakukan TTI. Untuk jenis produk yang tahan disimpan lebih mudah dilakukan pengelolaan stok dan diperkuat sistem logistik yang ada," jelas Suwandi.

Dia berharap, dalam jangka menengah dan panjang, upaya tersebut membangun secara permanen serta menjamin pasokan pangan dari sentra produksi mengalir ke konsumen secara lancar. Selain itu, pangan tersedia secara cukup dengan harga wajar atau terjangkau masyarakat.  "Hal ini sejalan dengan kebijakan Menteri Pertanian," tegas dia.  

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mengatakan, gencarnya program-program peningkatan produksi pangan, maka saat ini, tahun depan dan seterusnya tidak perlu impor beras, jagung, cabai, bawang merah. Bahkan sebagian komoditas ini sudah merambah ekspor.

"Impor kedelai akan turun seiring program peningkatan produksinya. Impor sapi bakalan atau daging sapi pun demikian karena program Inseminasi Buatan, impor sapi indukan, Sentra Peternakan Rakyat, integrasi sapi sawit, dan pengendalian pemotongan sapi betina produktif," tutur dia.(Fik/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya