Tak Seperti Yunani, Isu Rush Money Tak Beralasan Terjadi di RI

Dampak penarikan dana besar-besaran (rush money) paling besar akan dirasakan masyarakat miskin.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 25 Nov 2016, 11:13 WIB
Diterbitkan 25 Nov 2016, 11:13 WIB

Liputan6.com, Jakarta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan kondisi perekonomian dan perbankan nasional saat ini dalam kategori sehat. Institusi ini berharap ajakan penarikan dana besar-besaran di bank (rush money) yang diisukan berlangsung pada Jumat (25/11/2016) ini tidak terjadi.

Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan mengatakan, kinerja perbankan dari rasio kecukupan modal, kredit macet (Non Performing Loan/NPL), dan marjin bunga bersih (Net Interest Margin/NIM) merupakan salah satu yang terbaik di Asia, bahkan di dunia.

"Sistemnya sudah kuat dan LPS menjamin simpanan nasabah maksimal Rp 2 miliar atau sekitar US$ 130 ribu. Prosentase pendapatan per kapita ini tertinggi di dunia, dan penjaminan LPS 99 persen rekening bank dijamin. Jadi tidak ada alasan masyarakat khawatir," jelasnya saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Jumat (25/11/2016).

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Dewan Komisioner LPS Destry Damayanti menilai, Indonesia bukan seperti Yunani yang mengalami kebangkrutan sehingga tidak ada alasan bagi masyarakat untuk melakukan rush money karena ekonomi masih tumbuh positif meskipun melambat dengan kondisi perbankan yang sehat.

"Rush money biasanya terjadi saat kondisi perbankan kita lagi jeblok, sehingga tidak ada kepercayaan. Daripada taruh uang di bank, lalu hilang, lebih baik uang saya tarik. Itu terjadi di Yunani saat negaranya mau default (bangkrut), akhirnya orang berbondong-bondong antre di depan bank," dia menerangkan.  

Destry mengaku, kredit macet perbankan mengalami kenaikan, tapi kondisi ini dianggap wajar lantaran perlambatan ekonomi yang mengakibatkan pertumbuhan bisnis ikut terseret ke bawah.

NPL saat ini di kisaran 3,1 persen-3,2 persen atau masih di bawah batas toleransi Bank Indonesia sebesar 5 persen.

"Nah kita sekarang kenapa? Tidak ada apa-apa kenapa rush money? Ini (perbankan) keadaan yang bagus, karena likuiditas kita lagi banyak. Jadi kita tidak khawatir, walaupun isu rush money annoying, ganggu sekali," tegas dia.

Mantan Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk ini menambahkan, dampak rush money paling besar akan dirasakan masyarakat miskin. Apabila terjadi penarikan dana secara masif, perbankan juga akan menarik kredit atau pinjaman ke masyarakat.

"Yang rugi siapa kalau rush money? Masyarakat kecil kan karena kita punya 180 juta akun rekening bank di seluruh Indonesia. Kalau mau menyakiti kelompok tertentu atau kelas atas, paling cuma berapa juta rekening. Selebihnya rekening itu milik masyarakat menengah dan kecil. Jadi orang yang buat isu ini tidak mengerti betapa pentingnya sektor perbankan," jelas Destry.     

Lanjut Destry, pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution sudah berupaya menenangkan masyarakat agar tidak terhasut isu rush money.

"Jadi kita berharap rush money tidak terjadi. Walaupun pihak perbankan bilang normal-normal saja meskipun ada gejolak. Tapi mereka tetap pantau terus," Destry menandaskan.(Fik/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya