Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) bersama Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah menyelenggarakan Rapat Koordinasi tentang pengembangan industri, khususnya industri manufaktur di Indonesia pada Jumat (25/11/2016).
Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo mengungkapkan kontribusi industri manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi terus menurun dalam beberapa tahun ini. Padahal, untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju, tidak bisa mengandalkan dari industri berbasis komoditas semata.
"Maka dari itu, dari hasil rapat koordinasi kali ini tantangan pengembangan industri Indonesia akan dijawab melalui Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) yang difokuskan pada beberapa hal," kata Agus di Hotel Shangri La, Surabaya.
Fokus RIPIN ini antara lain berupaya meningkatkan nilai tambah SDA (tahap 1), mendorong keunggulan kompetitif dan berwawasan lingkungan (tahap 2), serta menjadikan Indonesia sebagai negara industri tangguh (tahap 3).
Baca Juga
Agus menambahkan, untuk mengembalikan industri manufaktur berjaya seperti tahun 1990-an telah disepakati beberapa langkah yang akan direalisasikan. Pertama, peningkatan kapabilitas sumber daya manusia melalui perluasan akses pendidikan vokasional dan pengembangan standar kompetensi kerja nasional.
"Ini dilakukan melalui pengembangan kerjasama antar akademisi-bisnis-pemerintah, sertifikasi tenaga kerja industri, dan pembangunan sekolah-sekolah vokasi yang spesifik di Kawasan Industri (KI), serta memfasilitasi SMK yang telah ada untuk bekerjasama dengan industri," tegas Agus.
Kesepakatan kedua, penyempurnaan dan penataan regulasi terkait ketenagakerjaan, khususnya UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yakni dengan menghilangkan pasal-pasal yang dianggap kaku dan mengharmonisasikan dengan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, untuk memberikan keseimbangan antara penciptaan lapangan kerja dan perlindungan tenaga kerja.
Ketiga, pengembangan sektor industri padat tenaga kerja dan berorientasi ekspor serta pengembangan industri berbasis SDA (hilirisasi).
Industri yang didorong pertumbuhannya antara lain industri berbasis agro (seperti minyak sawit di Sei Mangkei, green diesel di Dumai, minyak goreng di Bontang), industri berbasis mineral logam (seperti besi beton di Batulicin, baja berbasis pasir besi di Kulon Progo, dan stainless steel di Morowali), industri yang berbasis migas dan batu bara (seperti methanol di Muara Enim), serta pengembangan sentra industri kecil dan menengah (IKM) di daerah.
Keempat, penyediaan pasokan energi, termasuk percepatan pembangunan proyek 35.000 megawatt yang diutamakan pada daerah-daerah yang mengalami defisit listrik.
"Selain itu, akan dijajaki kemungkinan penyesuaian harga energi yang mendorong daya saing industri, termasuk upaya mengurangi harga gas dengan memperpendek jalur distribusi penjualan gas," tambah Agus.
Kelima, pembatalan Perda yang menghambat pengembangan investasi dan industri di daerah dilakukan dengan melibatkan langsung peran Kepala Daerah dan DPRD, dan Pemerintah Pusat.
Keenam, pengembangan kerjasama antar daerah antara lain melalui pendirian perwakilan dagang sebagai bagian untuk mendorong berkembangnya lalulintas perdagangan antar daerah, serta pengembangan perwakilan dagang di negara mitra untuk mendorong perluasan akses pasar.
Ketujuh yaitu penyediaan paket insentif investasi oleh Pemda yang disesuaikan dengan karakteristik daerah untuk mendorong berkembangnya investasi serta didukung upaya untuk mempercepat penyediaan infrastruktur yang sesuai dengan kebutuhan investor serta memperluas akses permodalan.
"Ke depan, para peserta rakor sepakat untuk terus memperkuat koordinasi dan sinergi kebijakan dalam rangka mempercepat transformasi industri manufaktur sehingga dapat mendorong industrialisasi Indonesia yang berdaya saing global," tutur Agus. (Yas)
Advertisement