Liputan6.com, New York - Harga minyak bergerak datar pada perdagangan pra-Natal ini karena pasar menunggu untuk melihat apakah produksi AS akan tumbuh cukup guna mengimbangi rencana penurunan produksi oleh OPEC, Rusia dan produsen lainnya pada tahun depan.
Melansir laman Reuters, Selasa (20/12/2016), harga minyak berjangka Brent untuk pengiriman Februari turun 29 sen atau 0,5 persen menjadi US$ 54,92 per barel.
Sementara minyak mentah AS West Texas Intermediate untuk pengiriman Januari naik 22 sen, atau 0,4 persen ke posisi US$ 52,12 per barel.
Advertisement
Baca Juga
"Tidak ada yang benar-benar terjadi. Dolar datar. Minyak datar. Ini adalah minggu margin trading Natal rendah, kita tidak berharap banyak yang terjadi," kata Phil Davis, Managing Partner Venture Capital Fund PSW Investments di Woodland Park, New Jersey.
Tekanan dolar AS membuat permintaan minyak mentah dalam denominasi dolar akan lebih mahal bagi pengguna mata uang lainnya.
Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch & Associates, mengatakan tersirat jika output AS akan meningkat mengimbangi porsi yang signifikan dari pemotongan produksi OPEC.
"Terutama karena kita tidak mengantisipasi kepatuhan berkelanjutan yang kuat dari anggota OPEC," kata Ritterbusch dalam catatannya .
Produksi minyak AS diperkirakan akan meningkat seiring langkah perusahaan energi terus menambah rig minyaknya pada pekan lalu, memperpanjang pemulihan pengeboran dalam tujuh bulan.
Akibatnya, produksi minyak AS merayap naik. Produksi naik dari hampir 8,7 juta barel per hari (bph) pada bulan Juli menjadi sekitar 8,8 juta barel per hari pada Desember, menurut proyeksi lembaga Administrasi Informasi Energi AS.
Seminggu yang lalu, harga minyak naik ke level tertinggi dalam 17 bulan setelah OPEC menyepakati pemotongan pasokan hampir 1,8 juta barel minyak per hari mulai bulan Januari. Beberapa analis memperkirakan harga minyak akan tetap naik hingga awal 2017. (Nrm/Ndw)