WTO Menangkan Gugatan AS Soal Impor Makanan, RI Punya 3 Opsi

Pemerintah memiliki tiga opsi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pertama, pemerintah bisa menerima bulat keputusan WTO.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 27 Des 2016, 14:07 WIB
Diterbitkan 27 Des 2016, 14:07 WIB

Liputan6.com, Jakarta Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) telah memenangkan gugatan Amerika Serikat (AS) dan Selandia Baru terhadap pembatasan impor terhadap produk makanan dan hewan termasuk daging sapi dan unggas dari Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, Ekonom Institute for Development of Ecomics and Finance (Indef) Bustanul Arifin mengatakan, Indonesia sebenarnya masih menempuh proses panjang. Dia berharap, pemerintah tak perlu khawatir menghadapi masalah tersebut.

"Sebetulnya masih lama prosesnya, nggak perlu terlalu khawatir itu persoalan biasa. Tahapannya masih panjang," kata dia kepada Liputan6.com, Jakarta, Selasa (27/10/2016).

Dia mengatakan, pemerintah memiliki tiga opsi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pertama, pemerintah bisa menerima bulat keputusan WTO.

Pilihan kedua, pemerintah bisa menyelesaikan sengketa dengan banding. Namun, dia pesimistis jika banding akan dimenangkan oleh Indonesia.

"Udah susah sih, sudah terlanjur jadi bubur kalau perkara ditahan jangan sampai sidang mungkin masih bisa. Kita memilih jalur sidang sudah diperingatkan bakal kalah, tapi kalah beneran. Saya nggak terlalu kaget," jelas dia.

Pilihan terakhir tidak disebutkan secara jelas. Namun, dia mengatakan, biasanya negara yang mengalami pengalaman serupa bisa memilih opsi mutually agreed solution (MAS).

"Jadi solusi yang secara mutual timbal balik dapat disetujui yang perkara," ungkap dia.

Dikutip dari Reuters, Kantor Perdagangan AS pada Maret 2015 menyatakan pembatasan impor mencakup beberapa produk seperti apel, anggur, kentang, bawang, bunga, jus, buah kering, sapi, ayam, dan daing sapi.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, akan mengajukan banding pada putusan WTO. Dia mengatakan, pemerintah telah menerapkan paket deregulasi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya