Ditjen Pajak Siap Beraksi Usai Tax Amnesty Berakhir

Berikut sejumlah strategi pemerintah menggenjot penerimaan pajak usai tax amnesty atau pengampunan pajak.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 03 Apr 2017, 16:45 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2017, 16:45 WIB
Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Program pengampunan pajak atau tax amnesty sudah tutup buku. Kini, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan akan konsisten menjalankan berbagai upaya, mulai dari melacak data Wajib Pajak (WP) sampai penegakkan hukum dalam rangka mengejar penerimaan pajak yang dipatok Rp 1.307,4 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017.

Liputan6.com, Jakarta, Senin (4/3/2017) merangkum berbagai langkah atau strategi pemerintah untuk menggenjot penerimaan pajak pasca tax amnesty.

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan ancaman tak main-main bagi yang tidak ikut tax amnesty. Saat ini, pemerintah sedang melacak data pelaku usaha maupun industri yang memiliki potensi pajak besar, namun mangkir dari kewajiban membayar pajak, bahkan tidak ikut tax amnesty.

"Kita lagi siapkan analisa semua aktivitas ekonomi secara rinci sampai sub sektor. Mereka yang kontribusi pajaknya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) selama ini masih rendah, kita bedah sektor usaha, pelaku ekonomi," kata Sri Mulyani, belum lama ini.

Ditjen Pajak akan menyisir data-data tersebut yang ada di Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Perindustrian, serta kementerian atau lembaga lainnya. "Jadi mohon dimaklumi, karena ini merupakan pelaksanaan Undang-undang (UU) pajak secara konsisten," dia menegaskan.

Dia menjelaskan, Kementerian Keuangan dalam pelacakan data ini mendapat dukungan penuh dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), Panglima TNI, Kapolri, dan Jaksa Agung. Upaya tersebut akan dilakukan pasca kegiatan tax amnesty ini.

Sri Mulyani menegaskan, konsekuensinya apabila tidak ikut tax amnesty, tidak menyerahkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh), padahal mempunyai harta dan aktivitas ekonomi, dan ditemukan ada harta yang tidak dilaporkan dalam jangka waktu tiga tahun, maka Ditjen Pajak akan menggunakan data tersebut untuk menagihnya kepada Wajib Pajak (WP).

"Sanksinya 2 persen selama 24 bulan. Berarti sanksinya 48 persen‎," ujar dia.

Haramkan Petugas Pajak Bertemu WP

Haramkan Petugas Pajak Bertemu WP

Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Ken Dwijugiasteadi mengungkapkan, prosedur pemeriksaan kepada para WP pasca tax amnesty akan berbeda dengan sebelumnya.

"SOP-nya akan sangat berbeda dari sekarang. Sekarang kan kalau periksa, pinjam buku, minta data ke WP, tapi data kok minta, ya tidak bakal dikasih. Jadi kita harus punya data dulu," ujar Ken.

Ken menjelaskan, petugas pajak akan dibekali dengan data sebelum menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan. "Kalau kita tidak ada data, tidak mungkin dikeluarkan surat perintah pemeriksaan, dilakukan pemeriksaan," tegas dia.

Pada waktu pemeriksaan setelah ada surat panggilan, dia menambahkan, WP dipanggil langsung datang ke kantor pajak untuk mengklarifikasi atau menjelaskan data pajak tersebut.

"Kita undang atau panggil WP ke kantor, karena selama ini kalau pemeriksaan bertemu, sekarang kita panggil ke kantor. Ini data kami, itu SPT Anda, silakan Anda jelaskan. Setelah WP memberi penjelasan, kita minta izin ke WP mau ambil data. Simpel kan," Ken menjelaskan.

Dia menegaskan, pemeriksa pajak dilarang melakukan pertemuan dengan WP di luar kantor dan di luar jam kerja. Pemeriksaan yang berlangsung di kantor pajak dilengkapi dengan CCTV dan pengawas yang akan terus memantau.

Paling penting dari prosedur ini, diakui Ken, adalah data. Data yang digunakan untuk pemeriksaan tersebut berasal dari data intelijen Ditjen Pajak dan sumber data lainnya.

"Kita punya intelijen, data intelijennya sudah terkumpul banyak. Jadi sama sekali dalam rangka pekerjaan, kita tidak boleh ketemu WP. Tapi kalau tidak bekerja, ya bolehlah," kata Ken.

Ken mengaku, ketentuan baru terkait pemeriksaan WP ini berlaku usai tax amnesty 31 Maret 2017. Itu berarti, efektif dijalankan per 1 April 2017. "Iya setelah tax amnesty," tegas dia.

Dia menuturkan, akan ada sanksi bagi WP yang menolak untuk datang ke kantor menjalani pemeriksaan pajak. Sanksi ini tertuang dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

"(Kalau nolak) kan ada ketentuannya, ada sanksinya. Di UU KUP sudah ada, kalau menghalang-halangi pemeriksaan ada sanksinya, boleh langsung dilakukan penyidikan," Ken mengatakan.

Asal tahu saja, WP yang menolak di lakukan pemeriksaan pajak, akan dikenakan sanksi seperti yang telah di atur dalam UU KUP Pasal 39 ayat (1) huruf e. Disebutkan WP yang menolak dilakukannya pemeriksaan pajak dapat di pidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun serta denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang di bayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.

Sanksi 200 Persen Menanti

Sanksi 200 Persen Menanti

Ditjen Pajak juga akan melakukan penegakan hukum usai berakhirnya program tax amnesty. Unit Eselon I Kementerian Keuangan akan menerapkan Pasal 18 UU Tax Amnesty kepada WP yang tidak ikut tax amnesty.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (Humas) Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama mengatakan, pihaknya akan mengusut atau melacak data WP yang tidak ikut tax amnesty. Ditjen Pajak mengklaim telah memiliki banyak data dari 67 institusi dan kerja sama lainnya dalam pertukaran data untuk kepentingan perpajakan.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait kerahasiaan perbankan sehingga Ditjen Pajak akan mempunyai banyak data ke depannya.

"Setelah tax amnesty, kami akan usut WP yang tidak ikut tax amnesty. Kami akan masuk ke ranah penegakan hukum, menjalankan Pasal 18 untuk WP yang tidak ikut tax amnesty. Kami sudah punya banyak data," ujar dia.

Pasal 18 UU Tax Amnesty menyebutkan, dalam hal WP telah memperoleh Surat Keterangan kemudian menemukan adanya data dan/atau informasi mengenai harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan, atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud.

Dalam hal:

a. Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pernyataan sampai dengan periode Pengampunan Pajak berakhir; dan

b. Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi mengenai Harta Wajib Pajak yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan,

atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud, paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku.

3. Atas tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan dan ditambah dengan sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200 persen (dua ratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar.

4. Atas tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Menurut Hestu Yoga, Ditjen Pajak akan konsisten melaksanakan Pasal 18. Tujuannya untuk memberikan rasa keadilan bagi WP yang sudah ikut tax amnesty dan patuh membayar pajak.

"Kami akan bergerak (memeriksa data) selama 3 tahun ke depan karena UU memberikan waktu selama 3 tahun. Kalau ketemu harta yang belum dilaporkan dan tidak ikut tax amnesty, maka dianggap sebuah penghasilan dan dikenakan pajak," dia menjelaskan.

Pasal 18 UU Tax Amnesty akan menjadi mimpi buruk bagi WP yang tidak ikut tax amnesty. Kelompok WP ini disebut Hestu Yoga harus berhati-hati karena ada sanksi pajak yang akan dikenakan apabila kedapatan memiliki harta yang tidak dilaporkan di Surat Pemberitahuan (SPT) dan tidak ikut tax amnesty.

"Kelompok yang harus hati-hati dengan Pasal 18, yakni yang tidak ikut tax amnesty tapi kami menemukan data-data hartanya. Juga orang yang ikut tax amnesty tapi tidak sepenuhnya mendeklarasikan seluruh harta di Surat Pernyataan Harta (SPH)," Hestu Yoga mengatakan.

Sementara kelompok WP yang bisa hidup tenang, diakuinya, WP yang memiliki Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), WP yang sudah patuh membayar pajak dan melaporkan seluruh aset hartanya sehingga tidak perlu ikut tax amnesty.

"Serta mereka atau WP yang sudah ikut tax amnesty, mendeklarasikan seluruh hartanya, membayar uang tebusan dan dapat Surat Keterangan Pengampunan Pajak. Kelompok WP ini yang bisa hidup dengan tenang," kata Hestu Yoga.

Meningkatkan Kepatuhan Pajak

Meningkatkan Kepatuhan Pajak

Hestu Yoga Saksama mengungkapkan, ada beberapa strategi yang dipakai instansinya untuk meningkatkan kepatuhan pembayaran pajak usai tax amnesty. "Strategi pertama, melanjutkan penghimpunan data dari berbagai institusi," kata dia

Dalam hal ini, Ditjen Pajak menjalankan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) mengenai kewajiban pemberian data dan informasi kepada Ditjen Pajak.

Kewajiban tersebut diatur dalam pasal 35 dan 35A KUP, Pelaksanaan ketentuan tentang kewajiban pemberian data dan informasi kepada Ditjen Pajak ini digunakan semata-mata untuk kepentingan penerimaan negara.

Strategi kedua, Hestu Yoga menambahkan, Ditjen Pajak akan menindaklanjuti imbauan. Ditjen Pajak telah menyebar email imbauan ke 425 ribu WP orang pribadi yang sudah ikut tax amnesty. Sedangkan sisanya yang merupakan WP Badan akan dikirimkan email tersebut di tahap selanjutnya.

Email imbauan tersebut meminta kepada WP yang sudah mengikuti program tax amnesty untuk patuh membayar pajak dan melaporkan seluruh hartanya di Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) 2016.

"Strategi ketiga, kita perkuat sumber daya manusia. Jumlah pemeriksa 5.000 orang akan ditambah dua kali lipat dengan menerjunkan Account Representatif (AR) untuk memeriksa harta WP. Pemeriksaan ini untuk menjalankan Undang-undang (UU) Tax Amnesty Pasal 18," dia menerangkan.

Ditjen Pajak, katanya, sedang menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) yang akan menjadi dasar hukum untuk menjalankan Pasal 18 bagi WP yang tidak ikut tax amnesty. Regulasi tersebut diharapkan dapat segera terbit sehingga AR dapat menjalankan tugasnya sebagai pemeriksa.

"Regulasinya simple, begitu ditemukan harta yang belum masuk ke SPT, tidak ikut tax amnesty, maka secara cepat AR akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)," tegas Hestu Yoga.

"Harta yang ditemukan itu akan dianggap sebagai penghasilan, dan dikenakan tarif pajak normal, misalnya 30 persen, ditambah sanksi 2 persen," ujar dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya