Jokowi Terima Draft Perppu Kerahasiaan Bank Pekan Depan

Perppu ini akan menggantikan beberapa pasal yang terkait dengan kerahasiaan bank di empat UU

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 04 Apr 2017, 21:45 WIB
Diterbitkan 04 Apr 2017, 21:45 WIB
Jokowi
Presiden Jokowi memberi pidato saat merayakan Hari Musik Nasional 2017 di Istana Negara, Jakarta, Kamis (9/3). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah berjanji merampungkan draft Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait kerahasiaan perbankan Senin pekan depan (10/4) dalam rangka mendukung pelaksanaan sistem pertukaran informasi Automatic Exchange of Information (AEoI). Pada minggu yang sama, draft tersebut akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Perppu ini akan menggantikan beberapa pasal yang terkait dengan kerahasiaan bank di empat UU, meliputi UU Perbankan, UU Perbankan Syariah, UU Pasar Modal, serta UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

"Kita selesaikan sampai Senin depan. Pasti kita sampaikan ke Presiden (di minggu yang sama). Setelah itu terserah Presiden," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution di kantornya, Jakarta, Selasa malam (4/4/2017).

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menambahkan, pemerintah berupaya menyelesaikan persyaratan untuk ikut serta dalam pertukaran data perpajakan secara otomatis atau AEoI sesuai standar internasional, salah satunya soal Perppu.

"Tim akan menuntaskan formulasinya karena kita sudah dapat masukan dari OECD terkait format dari negara lain yang sudah ikut AEoI, harus seperti apa standar reporting-nya, konten informasinya. Semoga Indonesia bisa mendapatkan manfaat maksimal dari AEoI," jelasnya.

Sri Mulyani mengatakan, pemerintah tetap berkomunikasi secara formal kepada DPR mengenai Perppu tersebut. "Komunikasi dengan DPR tetap dilakukan. Bulan ini harusnya bisa selesai," dia menandaskan.

Seperti diberitakan sebelumnya, Sri Mulyani mengungkapkan, syarat AEoI, pertama memiliki peraturan perundang-undangan di tingkat primer sebagai jaminan akses informasi bagi Ditjen Pajak terhadap data-data Wajib Pajak kapanpun dan di manapun.

"UU Perbankan, UU Perbankan Syariah, dan UU Pasar Modal, maupun UU Perasuransian memiliki elemen kerahasiaan yang tidak bisa ditembus secara otomatis. Kalaupun punya akses harus melalui proses meminta dan ini dianggap tidak memenuhi syarat AEoI," jelas dia.

Syarat kedua, Indonesia harus mempunyai sistem pelaporan yang sama antar negara, baik format maupun kontennya supaya pertukaran informasi dianggap adil, seimbang dan bertanggungjawab.

Ketiga, menghendaki ada satu sistem informasi basis data yang standar dan tegas sehingga data yang di transfer terjaga dari kerahasiaan dan manajemennya.

"Untuk bisa ikut AEoI, peraturan perundangan untuk menghilangkan kerahasiaan bank ini seluruhnya harus selesai Mei ini. Kita juga akan terus memperbaiki sistem teknologi informasi maupun sistem pelaporan supaya setara dengan AEoI," dia mengatakan.

Untuk diketahui, komitmen Indonesia menerapkan AEoI sejak 2014. Dari 102 negara yang meneken komitmen implementasi pertukaran data tersebut, hampir separuhnya melaksanakannya di 2017. Sementara 50 persen sisanya mulai menjalankan di 2018, termasuk Indonesia.

Apabila tidak mencapai standar AEoI tersebut, Sri Mulyani menegaskan, Indonesia tidak akan mendapatkan informasi atau data untuk kepentingan pajak dari negara lain karena dianggap tidak mampu.

"Ini yang harus kita hindari karena kalau kita tidak mampu mengakses data Wajib Pajak yang menempatkan dana di luar negeri, Indonesia akan menghadapi kesulitan serius dalam mengumpulkan penerimaan pajak kita," Sri Mulyani menuturkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya