Sri Mulyani Awasi Kepatuhan Pajak dari Pengusaha Sawit Besar

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyoroti perjalanan industri kelapa sawit di Indonesia.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 02 Mei 2017, 21:11 WIB
Diterbitkan 02 Mei 2017, 21:11 WIB
Sri Mulyani
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berbicara dengan Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim dan Direktur IMF Christine Lagarde selama Pansus rapat pelno musim semi World Bank/IMF Spring di markas IMF, Washington, (22/4). (AP Photo/Jose Luis Magana)

 

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyoroti perjalanan industri kelapa sawit di Indonesia. Keinginannya ada keadilan sosial dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dari industri strategis tersebut, termasuk meminta pengusaha kelapa sawit ‎patuh membayar pajak.

"Saya berharap industri kelapa sawit menjadi suatu kegiatan ekonomi yang mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Artinya banyak sekali titipan dari pelaku industri dan petani yang perlu dukungan," terang Sri Mulyani dalam acara Peluncuran Buku BPDP Kelapa Sawit di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa malam (2/5/2017).

Lanjutnya, kegiatan ekonomi industri kelapa sawit harus menciptakan aspek keadilan, kestabilan, dan berkelanjutan (sustainability). "Keadilan berarti tidak boleh ada perusahaan yang sangat kaya raya, tapi petani tidak menikmati share yang cukup atau semua risiko dikasih petani," Sri Mulyani menegaskan.

Sri Mulyani pun berharap, industri kelapa sawit terutama pengusaha kelas besar dan menengah ‎taat membayar pajak. Inilah yang diakuinya menjadi jawaban dari masalah keadilan sosial bagi masyarakat Indonesia.

"Saya akan melihat kepatuhan pembayaran pajak mereka berdasarkan jumlah lahan, produksi, dan tidak melakukan transfer pricing (transfer harga) yang tidak adil bagi Indonesia," papar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Dia menuturkan, Indonesia merupakan pemain dunia atau salah satu eksportir kelapa sawit ‎terbesar di dunia sehingga diharapkan negara dapat mendapatkan penerimaan negara yang maksimal.

"Praktik transfer pricing kepada parent company, sister company, atau trading house harus bisa dicegah dan kita akan terus melakukan penelitian. Jadi setiap hak Republik Indonesia untuk bisa mendapatkan penerimaan pajak yang adil seharusnya bisa diperoleh," tandas Sri Mulyani.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya