Kenaikan Peringkat S&P Menarik Investasi Pencarian Migas RI

Membaiknya peringkat investasi Indonesia menandakan risiko investasi di Indonesia turun.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 22 Mei 2017, 12:15 WIB
Diterbitkan 22 Mei 2017, 12:15 WIB
Kilang minyak
Di tengah kebutuhan energi nasional yang terus meningkat, menemukan minyak dan gas bumi (migas) menjadi semakin sulit

Liputan6.com, Jakarta Kenaikan peringkat Indonesia menjadi layak investasi (Investment Grade) oleh lembaga pemeringkat internasional Standard & Poors (S&P) menaikkan peluang bertambahnya investasi pencarian minyak dan gas bumi (migas) atau hulu migas nasional.

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi mengatakan, membaiknya peringkat investasi Indonesia menandakan risiko investasi di Indonesia turun.

"Kalau rating Indonesia membaik, kalau dari kacamata investor itu country risk berpengaruh jadi mengecil, kemudian ada beberapa risiko lain mengecil," kata dia di Sumatera Selatan, Senin (22/5/2017).

Menurut Amien, dengan menurunnya risiko investasi, maka biaya investasi di Indonesia juga turun. Kondisi ini akan membuat Indonesia menjadi negara yang memiliki prospek investasi dan menarik bagi investor.

"Investasinya dipandang oleh investor menjadi potensinya lebih baik, berarti hitung-hitungan cost of capital-nya menjadi lebih mengecil. Kalau cost menjadi lebih kecil akan menarik bagi investor. Artinya investasi di Indonesia di mata investor lebih perspektif‎," papar Amien.

Sebelumnya, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) optimistis kebijakan baru pada sektor hulu minyak dan gas bumi (migas), dengan membuka data wilayah kerja migas akan ‎menarik investasi.

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, saat ini pemerintah menggunakan strategi membuka data wilayah kerja migas untuk menggaet penanam modal. Hal ini diyakini dapat menarik minat untuk mencari migas di Indonesia.

"Investment strategi dari yang mau investasi. Apakah blok yang ditawarkan menarik atau tidak. Menariknya itu dari segi datanya," kata Arcandra.

Menurut dia, hal yang mempengaruhi minat penanam modal bukan iklim investasi, tetapi aksi pemerintah dalam mengakomodir kebutuhan investor‎. Membuka data migas merupakan salah satu aksi yang diyakini dapat menarik minat investasi.

"Kita buka sekarang, apalagi yang butuhkan. Jadi bukan Iklim investasinya, ada kombinasi antara investor strategi ke depan akan seperti apa," jelas dia.

Lembaga pemeringkat internasional Standard & Poors (S&P) menaikkan peringkat Indonesia menjadi layak investasi atau Investment Grade. Kenaikan peringkat oleh S&P ini mengikuti apa yang telah dilakukan oleh dua perusahaan pemeringkat internasional lainnya pada tahun lalu.

Sebelumnya dua lembaga pemeringkat internasional Moody’s Investors Service dan Fitch Ratings memberikan penilaian positif terhadap utang Indonesia. Dengan kenaikan peringkat menjadi layak investasi ini maka akan membuka jalan bagi masuknya aliran dana asing sehingga mendorong Indonesia menjadi negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara.

Dilansir dari Bloomberg, akhir pekan lalu, peringkat surat utang pemerintah (sovereign) Indonesia diangkat dari BB+ menjadi BBB-. S&P juga melaporkan bahwaoutlook diubah menjadi stabil.

Goldman Sachs Group Inc. mengatakan, peningkatan peringkat ini dapat meningkatkan daya tarik aset Indonesia di antara investor institusi konservatif Jepang dan membantu menarik dana sebanyak US$ 5 miliar.

S&P memang sedikit lambat memberi perubahan peringkat Indonesia karena kekhawatiran pertumbuhan dan meningkatnya kredit macet.

Namun, S&P menilai momentum dalam ekonomi Indonesia telah meningkat tahun ini karena ekspor kembali pulih, dimana Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di angka 5,1 persen pada 2017.

Kenaikan pemeringkatan oleh S&P ini juga didukung dari keberhasilan program pengampunan pajak (tax amnesty) yang mampu memberikan menambah setoran pajak lebih dari US$ 11 miliar. Dana ini membantu mengurangi tekanan dalam anggaran dan menjadi sumber pemasukan untuk beberapa proyek infrastruktur.

Tahun lalu, pemerintah Indonesia memotong pengeluaran publik untuk memenuhi kenaikan defisit fiskal sebesar 3 persen dari PDB. Pemerintah juga membangun cadangan devisa ke level tertinggi sebesar US$ 123 miliar.

Dalam sejarahnya Indonesia pernah meraih status investment grade dari S&P pada saat sebelum krisis 1998. Indonesia justru meraih status investment grade pertama kali dari S&P pada pertengahan 1992, baru kemudian disusul Moody’s pada Maret 1994 dan Fitch pada Juni 1997 yang memberikan peringkat serupa.

Ekonomi Indonesia dinilai menjanjikan karena stabilitas yang terjaga dalam periode tersebut seiring pencitraan Indonesia sebagai “Macan Asia”.

Namun pada saat krisis Finansial Asia menghantam pada 1997-1999 merubah kondisi Indonesia. Saat diterpa krisis ekonomi, lembaga-lembaga kredit menilai betapa rentannya ekonomi Indonesia dalam menghadapi guncangan.

Fitch dan Moody’s mulai melakukan penurunan peringkat atas Indonesia menjadi B- dan B3. Bahkan S&P memangkas peringkat Indonesia menjadi SD (selective default) atau gagal bayar selektif pada Maret 1999. ‎

 

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya