Liputan6.com, Jakarta Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) meyakini lembaganya akan tetap ada dalam waktu lama meski muncul wacana pembubaran sesuai usulan DPR dalam rancangan Undang-Undang Migas (RUU).
Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa ‎mengatakan, wacana pembubaran BPH Migas sudah ada sejak lama. Ini kemudian mencuat kembali setelah RUU Migas diajukan ke Badan Legislatif pada April lalu.
"Akhir April rumusan RUU Migas dari komisi VII DPR diajukan ke Baleg," kata dia di kantor BPH Migas, Jakarta, Rabu (31/5/2017).
Menurutnya, pengesahan RUU Migas membutuhkan proses panjang. Urutannya, usai masuk Baleg, RUU Migas akan dikembalikan lagi ke Komisi VII DPR untuk penyempurnaan.
Baca Juga
Advertisement
Bila dinyatakan sempurna oleh baleg kemudian dibahas ke panitia kerja, setelah itu dirembukkan Badan Musyawarah DPR untuk dikukuhkan menjadi Rancangan Undang-Undang.
Setelah dikukuhkan menjadi RUU Migas oleh badan musyawarah kemudian disampaikan ke presiden. Dari tangan preside‎n kemudian akan menunjuk kementerian terkait untuk melakukan harmonisasi. Proses tersebut akan memakan waktu yang cukup lama. "Jadi kalau lihat tahapan, tahapan wacana pembubaran masih jauh," tegasnya.
Fanshurullah mengungkapkan, keberadaan BPH Migas merupakan lembaga yang sesuai dengan konstitusi. Hal ini mengacu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 65 Tahun 2012.
Menurutnya, keputusan M‎K tersebut tidak bisa diganggu lagi. "Kalau MK sudah memutuskan. Tidak ada lagi lembaga hukum yang bisa menggagalkan, mencabut peninjauan kembali," dia menandaskan.
Seperti diketahui Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan BPH Migas rencananya akan dihapus dan diganti dengan lembaga baru.
Hal tersebut tercantum dalam draf Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas). Seperti Liputan6.com kutip dari draft RUU Migas, lembaga baru pengganti kedua lembaga tersebut nantinya berbentuk Badan Usaha Khusus (BUK.
Ke depan pengelolaan kegiatan usaha hulu migas dikuasakan kepada BUMN Migas, baik secara mandiri maupun melalui kerja sama. Namun prioritas pengelolaan tetap diberikan kepada BUMN dalam pengusahaan wilayah kerja minyak dan gas bumi di hulu.
Sedangkan prinsip pengusahaan migas di hilir adalah bersifat terbuka bagi pelaku usaha lain di luar BUMN berdasarkan mekanisme persaingan sehat. Namun untuk pengoperasian kegiatan usaha hilir tetap dikoordinasikan BUK Migas.
Dalam Bab IX Pasal 44 draf RUU Migas bagian kedua yang membahas BUK Migas menjelaskan, lembaga ini merupakan badan usaha yang dibentuk secara khusus berdasarkan Undang-Undang, yang berkedudukan langsung di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden.