Liputan6.com, Jakarta - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menilai kenaikan peringkat Indonesia sebagai negara tujuan investasi paling prospektif dalam kurun 2017-2019, berdasarkan laporan United Nations Conference on Trade and Developments (UNCTAD) tidak terlepas dari upaya pemerintah memperbaiki regulasi dan kebijakan, serta mengurangi risiko investasi.
‎Dari hasil laporan UNCTAD, Indonesia berada di posisi 4 atau lompat 4 peringkat sebagai negara tujuan investasi paling prospektif selama periode 2017-2019. Peringkat ini di bawah Amerika Serikat (AS), China, dan India.
Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM, Azhar Lubis mengungkapkan, banyak faktor atau indikator yang menjadi pertimbangan para Top Executive Multinational Enterprises (MNE) menempatkan Indonesia sebagai peringkat ke-4 negara tujuan investasi paling prospektif.
Advertisement
"Yang dianggap positif oleh MNE adalah perkembangan ekonomi AS, perkembangan ekonomi Uni Eropa, perkembangan ekonomi BRICs dan ekonomi negara berkembang, perbaikan peraturan perpajakan, perubahan teknologi dan ekonomi digital, urbanisasi global, global outsourcing, ketahanan energi dan pangan," jelas dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Senin (12/6/2017).
Baca Juga
Sedangkan beberapa faktor atau indikator yang dianggap negatif atau malah menurunkan minat investasi, Azhar mengakui, berupa perubahan regulasi keuangan global, harga komoditas, ketidakstabilan mata uang, kondisi geopolitik yang tidak menentu, masalah utang negara-negara berkembang, perubahan iklim, ancaman siber dan keamanan data, serta ancaman teroris.
Azhar menuturkan, pemerintah Indonesia secara konsisten terus memperbaiki kebijakan perpajakan, ketersediaan pangan dan energi, penggunaan teknologi dan digital ekonomi. Faktor tersebut menjadi pertimbangan top eksekutif untuk menanamkan modalnya.
Pemerintah juga berupaya menurunkan risiko minat investasi antara lain pengelolaan hutan, perubahan harga komoditas, kestabilan nilai mata uang, pengelolaan lingkungan, ancaman siber dan teroris.
"Diharapkan dengan meningkatnya peringkat Indonesia sebagai tujuan investasi, yang sejalan dengan investment grade oleh Standard & Poor's, minat investor lokal dan luar negeri untuk melakukan investasi di Indonesia dapat meningkat ke depannya," harap Azhar.
Dikutip dari laman resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu), predikat investment grade memberi keuntungan bagi Indonesia dari peningkatan peringkat kredit, baik dilihat dari sektor keuangan dan fiskal ataupun dari sektor riil.
Pertama, peningkatan peringkat bisa menarik potensi tambahan capital inflow yang mampu membawa dampak positif pada peningkatan cadangan devisa dan penguatan nilai tukar.
Kedua, adanya potensi penurunan beban biaya utang pemerintah sehingga akan memberikan ruang fiskal yang lebih besar pada anggaran negara. Hal ini juga bisa berpengaruh terhadap penurunan biaya utang BUMN dan swasta, serta imbal hasil instrumen keuangan domestik karena harga surat utang pemerintah menjadi acuan atau rujukan karena sifatnya yang risk-free.
Ketiga, basis investor akan semakin luas karena beberapa investor asing mensyaratkan investasi-nya hanya pada investasi atau surat berharga dengan peringkat minimal investment grade dari ketiga lembaga pemeringkat internasional utama.
Selain itu, dalam jangka lebih panjang, kenaikan peringkat kredit ini bisa memberikan dampak peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama dari peningkatan investasi dan impor.
Akan tetapi kenaikan peringkat investment grade di sisi lain memberikan tantangan bagi pemerintah supaya tidak terlena dengan pujian. Pemerintah tetap perlu meningkatkan pengelolaan perekonomian secara terus menerus, sosial dan politik ke arah yang lebih baik, sehingga dampak positif kenaikan peringkat kredit dapat terus dijaga secara berkelanjutan.
Â