Pemerintah Tambah Utang Rp 1.166 Triliun dalam 3 Tahun, Buat Apa?

Periode 2012-2014, total tambahan utang Rp 609,5 triliun. Pada tiga tahun berikutnya 2015-2017, pemerintah tambah utang Rp 1.166 triliun.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 27 Jul 2017, 21:11 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2017, 21:11 WIB
Menurut Menkeu Sri Mulyani, periode 2012-2014, total tambahan utang Rp 609,5 triliun, pada tiga tahun berikutnya (2015-2017) pemerintah tambah utang Rp 1.166 triliun.
Menurut Menkeu Sri Mulyani, periode 2012-2014, total tambahan utang Rp 609,5 triliun, pada tiga tahun berikutnya (2015-2017) pemerintah tambah utang Rp 1.166 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyebut, selama tiga tahun, pemerintah Joko Widodo (Jokowi) sudah menambah utang senilai Rp 1.166 triliun dalam kurun waktu 2015-2017. Utang tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan produktif, seperti investasi pembangunan infrastruktur, perlindungan sosial, dan meningkatkan anggaran pendidikan maupun kesehatan.

"Periode 2012-2014, total tambahan utang Rp 609,5 triliun. Pada tiga tahun berikutnya 2015-2017, pemerintah tambah utang Rp 1.166 triliun," kata Sri Mulyani saat Diskusi Forum Merdeka Barat di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Kamis (27/7/2017).

Lebih jauh ia menjelaskan, dengan tambahan utang Rp 609,5 triliun di 2012-2014, belanja pemerintah untuk infrastruktur sebesar Rp 486 triliun, anggaran pendidikan Rp 983 triliun, anggaran kesehatan sebesar Rp 145 triliun, perlindungan sosial Rp 35 triliun, serta Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik Rp 88,6 triliun.

"Sedangkan tambahan utang Rp 1.166 triliun pada 2015-2016. Penggunaan utang untuk belanja yang sifatnya produktif," tegas Sri Mulyani.

Dari datanya, Sri Mulyani menunjukkan bahwa tambahan utang Rp 1.166 triliun selama tiga tahun (2015-2017) untuk menambal belanja di bidang infrastruktur yang mengalami kenaikan dua kali lipat dibanding periode 2012-2014, yakni menjadi Rp 912,9 triliun.

Selanjutnya untuk anggaran pendidikan meningkat jadi Rp 1.176 triliun, anggaran kesehatan naik menjadi Rp 262,3 trliun, belanja perlindungan sosial naik hingga 10 kali lipat menjadi Rp 299,6 triliun, serta DAK Fisik sebesar Rp 315,9 triliun.

"Kalau dilihat, tambahan utang mengalami puncak di 2015, kemudian turun. Pada 2017, tambahan utang kita sebetulnya negatif Rp 18 triliun. Itu berarti kita tidak berutang lebih banyak dari tahun sebelumnya," jelas Sri Mulyani.

Pengeluaran atau belanja yang sebagian berasal dari utang tersebut, kata Sri Mulyani, sudah bisa terlihat hasilnya. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyebut, pemerintah sudah membangun jalan raya 5.229 kilometer (km) pada 2015, lalu 2.528 km di 2016, dan pada tahun ini sepanjang 2.571 km jalan.

"Pembangunan bandara ada 9 tambahan bandara baru, bendungan, jalur kereta api 85 km di 2015, 114 km pada 2016 dan 175 km di 2017. Jumlah rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) pun terbangun 99 ribu unit di 2015, sebanyak 111 ribu unit di 2016, dan 123 unit rumah di 2017," jelasnya.

Lebih jauh Sri Mulyani menerangkan, belanja investasi di sumber daya manusia penyaluran Kartu Indonesia Pintar (KIP) menjangkau 20 juta siswa di 2017 supaya siswa bisa mengecap bangku sekolah dan tidak drop out. Beasiswa Bidik Misi memberikan kepada 324 ribu mahasiwa dari sebelumnya tidak ada program ini.

Ditambah lagi lebih dari 16 ribu anak Indonesia mendapat beasiswa untuk sekolah ke luar negeri atau di universitas terbaik. Pembangunan ruang kelas sebanyak lebih dari 28 ribu ruang kelas per tahun, bantuan dana operasional sekolah. Sebanyak 90 juta waraga mendapat akses kesehatan tanpa membayar iuran karena ditanggung APBN, serta peningkatan ketersediaan obat dan vaksin di puskesmas.

Untuk perlindungan sosial, lanjut Sri Mulyani, Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) dan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebesar Rp 17 triliun, jaminan kesehatan Rp 5,6 triliun, Program Keluarga Harapan (PKH) Rp 1,8 triliun, Bantuan Siswa Miskin (BSM) Rp 4,64 triliun, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Rp 3,96 triliun di periode 2012. Namun di 2017, untuk Jamkes menjadi Rp 25 triliun.

"Jadi bukan kita melakukan utang karena senang, tapi ini taktikal investment untuk apa yang dibutuhkan republik ini. Untuk investasi manusia, infrastruktur untuk mobilitas masyarakat, menurunkan biaya logistik, efisiensi, dan lainnya," pungkas Sri Mulyani.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya