Bonus Demografi Bakal Sia-Sia Jika Tak Berdampak ke Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi juga harus dibarengi dengan pertumbuhan sektor lapangan kerja.

oleh Septian Deny diperbarui 02 Agu 2017, 11:18 WIB
Diterbitkan 02 Agu 2017, 11:18 WIB
20160126-Produksi-Kijang-Inova-serta-Fortuner-Jakarta-IA
Pekerja saat mengelas komponen mobil di pabrik Karawang 1 PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, Jawa Barat, Selasa (26/1). Untuk The All New Fortuner sendiri, kandungan lokal produk mencapai 75%. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah terus mendorong peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) agar bisa bersaing dengan pasar global. Generasi muda menjadi salah satu target yang dibidik oleh pemerintah untuk ditingkatkan kompetensinya.

Deputi III Staf Kepresidenan Denni Puspa Purbasari menjelaskan, SDM yang unggul dan berdaya saing akan menjadi modal bagi kemandirian ekonomi Indonesia. Hal tersebut diungkapkannya kepada 50 pemuda yang tergabung dalam Kader Bangsa Fellowship Program (KBFP) Angkatan VI.

"Kemandirian ekonomi suatu bangsa sangat diperlukan untuk menggerakkan sektor ekonomi strategis. Pemuda adalah salah satu penopang kemandirian ekonomi. Pemuda juga merupakan dari modal perekonomian atau sering disebut human capital," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (2/8/2017).

Bonus demografi yang dimiliki Indonesia akan sia-sia jika tidak memberikan dampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi. Namun, pertumbuhan ekonomi juga harus dibarengi dengan pertumbuhan sektor lapangan kerja. "Jadi modal ekonomi itu bukan hanya uang, tapi modal manusia itu lebih penting," ucap dia.

Menurut dia, pertumbuhan lapangan kerja juga tidak selalu berkaitan dengan pertumbuhan teknologi. Misal, kata Denni, banyak sektor industri yang menggunakan mesin untuk produksi. Namun, bukan berarti hal itu mengurangi jatah manusia sebagai sumber produktivitas.

"Perusahaan yang pakai mesin, tetap butuh manusia untuk jadi operator. Ada marketing ada kebutuhan manusia juga. Misal sektor kerajinan tangan, kan tidak bisa pakai mesin. Makanya karakter industri itu berbeda-beda," ujar dia.

Selain itu, Denni juga menegaskan untuk mengukur kesejahteraan sebuah bangsa tidak cukup hanya dari indikator pendapatan per kapita semata. Tingkat pendapatan tersebut harus termanifestasi menjadi daya beli.

Daya beli yang dimaksud adalah bukan persoalan konsumsi barang komplementer, seperti tas, sepatu atau barang konsumtif lainnya, melainkan daya beli seperti transportasi, kesehatan, pariwisata, dan faktor penunjang lainnya.

"Kesejahteraan akan selalu berhubungan dengan daya beli. Jadi pertumbuhan ekonomi akan sangat bergantung dari daya beli masyarakat," ucap dia.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya