Peruri Cetak Pendapatan Naik 40,75 Persen Jadi Rp 1,33 Triliun

Perum Peruri membukukan kinerja positif dengan laba bersih naik 8.387 persen menjadi Rp 126,37 miliar.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 10 Agu 2017, 10:55 WIB
Diterbitkan 10 Agu 2017, 10:55 WIB
20170118-Ultraviolet-Rupiah-Baru-FF
Gambar yang muncul saat uang kertas rupiah disinari lampu ultraviolet di kantor Peruri, Karawang, Jawa Barat, Rabu (18/1). Ada unsur pengaman yang mudah dapat diketahui masyarakat dan ada yang hanya bisa diketahui spesialis. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Perum Peruri mencatatkan pendapatan usaha sebesar Rp 1,33 triliun pada semester I 2017 atau naik 40,75 persen dibandingkan periode sama 2016 yang mencapai Rp 946,49 miliar. Pendapatan usaha ini mencapai 79,47 persen dari Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2017.

Laba usaha Peruri tercatat Rp 161,37 miliar atau naik 271,60 persen dibandingkan periode sama pada 2016 yang mencapai Rp 43,43 miliar. Jika dibandingkan dengan target RKAP sampai dengan Juni 2017 tercapai 83,55 persen.

Laba bersih tercatat sebesar Rp 126,37 miliar atau naik 8.387,93 persen dibandingkan periode yang sama pada 2016 sebesar Rp 1,49 miliar. Jika dibandingkan dengan target RKAP sampai dengan Juni 2017 tercapai 97,80 persen.

Pendapatan Peruri tersebut dikontribusi oleh produksi uang kertas rupiah sebanyak 4,73 miliar bilyet atau naik 67,67 persen dibandingkan 2016 yang mencapai 2,82 miliar bilyet. Lalu, produksi uang logam sebesar 1,06 miliar keping, naik 20,27 persen dibandingkan 2016 yang mencapai 883 juta keping. Sementara, produksi paspor dan buku sebesar 335 ribu buku, turun 75,25 persen dibandingkan 2016 yang mencapai 1,35 juta buku.

Produksi pita cukai sebesar 90 juta lembar, turun 4,30 persen dibandingkan 2016 yang mencapai 94 juta lembar. Produksi meterai sebesar 20 juta keping, turun 89,39 persen dibandingkan 2016 yang mencapai 189 juta keping.

"Penurunan produksi paspor dan pita cukai karena pesanannya dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi untuk paspor dan Ditjen Pajak untuk pita cukai baru keluar pada Desember 2016 dan April 2017, saat ini sedang di dalam proses pengerjaan. Khusus penurunan pesanan meterai karena Ditjen Pajak masih mempunyai persediaan yang mencukupi untuk 2017," kata Direktur Utama Peruri Prasetio dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (10/8/2017).

Pertumbuhan year on year (yoy) dari 2016 ke 2017 sangat signifikan. Faktor penyebabnya karena kinerja pada semester I 2016 kurang menggembirakan. Sedangkan, kinerja hingga semester I 2017 mulai menunjukkan kinerja yang normal seperti 2015.

Kinerja yoy semester I 2016 dibandingkan 2015 adalah pendapatan 2016 tercapai Rp 946 miliar, turun 31,02 persen dibandingkan dengan pendapatan 2015 sebesar Rp 1,37 triliun. Laba usaha 2016 tercapai Rp 43,42 miliar, turun 81,61 persen dibandingkan periode 2015 sebesar Rp 236 miliar. Laba bersih 2016 tercapai Rp 1,49 miliar, turun 98,98 persen dibandingkan dengan laba bersih 2015 sebesar Rp 145,4 miliar.

"Itulah yang menyebabkan pertumbuhan laba bersih yoy semester I 2017 dibandingkan periode yang sama pada 2016 melonjak tajam 8.387,93 persen," kata Prasetio.

Penurunan kinerja pada semester I 2016 disebabkan penugasan pencetakan uang rupiah pada 2016 turun sebesar 9 persen dari tahun sebelumnya (2015) sebesar 9,3 miliar bilyet menjadi 8,5 miliar bilyet dengan realisasi pencetakan uang kertas rupiah (NKRI) sebesar 6,1 miliar bilyet, tercapai 71,98 persen.

"Ketidaktercapaian tersebut karena ketersediaan bahan baku kertas uang mengalami keterlambatan. Keterlambatan tersebut semata-mata adanya penataan ulang internal process di bidang procurement dari pemberi tugas (Bank Indonesia) namun demikian secara multiyears (dua tahunan) jumlah pesanan cetak uang rupiah secara akumulatif tidak berkurang. Tugas kami pada 2017 dan tahun-tahun seterusnya sangat menantang," kata Prasetio.

"Sebagai gambaran, pada 2016 - 2017 penugasan pencetakan uang rupiah oleh BI dengan jumlah total pesanan adalah 19 miliar bilyet dengan perincian pada 2016 sebanyak 6,1 miliar bilyet, pada 2017 sebanyak 11,4 miliar bilyet dan Januari 2018 sebanyak 1,5 miliar bilyet," tambah dia.

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya