Liputan6.com, Jakarta - Kementerian pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan meluncurkan program Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT). Program tersebut khususnya ditujukan kepada para pekerja nonformal seperti pedagang dalam bentuk bantuan uang muka atau down payment (DP) pembiayaan perumahan sebesar 30 persen.
Direktur Pola Pembiayaan Perumahan Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Didik Sunardi mengatakan, program BP2BT ini sebenarnya menyasar pada 40 persen golongan masyarakat terbawah, khususnya mereka yang berpenghasilan tidak tetap seperti pekerja informal.
"BP2BT itu bantuan uang muka untuk pembiayaan perumahan, sebenarnya ditujukan untuk kelompok masyarakat 40 persen terbawah, terutama untuk berpenghasilan tidak tetap," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (30/8/2017).
Advertisement
Baca Juga
Didik mengungkapkan, selama ini, kelompok masyarakat tersebut tidak memilik akses pinjaman ke perbankan karena terkendala pada pendapatan yang sulit diprediksi. Sehingga, mereka pun sulit untuk bisa mendapatkan kredit kepemilikan rumah (KPR).
"Biasanya tidak bankable, karena penghasilannya tidak tetap. Kadang-kadang berpenghasilan, kadang-kadang tidak. Perbankan itu umumnya ingin yang penghasilannya tetap. Nah yang tidak ini kan aksesnya ke perbankan jadi berat," lanjut dia.
Nantinya, pemerintah juga akan membuat skema penjaminan untuk menyasar segmen pekerja informal ini. Hal ini dibutuhkan untuk memastikan keberlanjutan pembayaran cicilan rumah para pekerja tersebut.
"Harus ada skema penjaminan juga, nanti kalau dia berkelompok bisa tanggung renteng. Kelompok swadaya misalnya, kalau misalnya yang satu belum bisa bayar ditutupi oleh kelompoknya itu. Jadi ada model seperti itu di lapangan. Misalnya kelompok tani, kelompok pedagang," tandas dia.
Tonton Video Menarik Berikut Ini:
Dinanti para pedagang
Para pedagang pasar mengharapkan adanya kemudahan akses pembiayaan perumahan. Lantaran selama ini mereka tidak dianggap layak secara bank (bankable).
Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri mengatakan, selama ini pedagang pasar sulit mengakses pembiayaan rumah.
Dia mengatakan, sebenarnya pedagang pasar memiliki pendapatan cukup. Namun, itu tidak bisa dibuktikan karena tidak memiliki slip gaji. Dia menuturkan, pembuktian akan pendapatan ini juga menjadi penghalang untuk mendapat akses permodalan.
"Memang untuk pedagang pasar, untuk pembelian rumah, kredit usaha rakyat (KUR) agak kesulitan karena kita tidak dianggap bankable. Padahal, sesungguhnya penghasilan kita itu lebih banyak daripada yang penghasilan tetap. Tapi karena tidak bisa dibuktikan persyaratan bank yang cukup rumit ini menjadi masalah, menjadi penyebab utama pedagang mengalami kesulitan," kata dia kepada Liputan6.com.
Abdullah menuturkan, pedagang pasar memiliki berbagai kriteria, dari pedagang kecil dengan lapak di pinggir jalan hingga yang besar dan memiliki ruko. Rata-rata, pedagang kecil memiliki pendapatan Rp 50 ribu-75 ribu per hari dan pedagang pasar Rp 1 juta per hari.
Lebih lanjut, bukan hanya dari sisi pedagang pasar, sulitnya akses pembiayaan perumahan disebabkan oleh kerumitan dari sistem bank itu sendiri.
Pedagang pasar belum masuk kriteria pengusaha lantaran kebanyakan masih konvensional atau tradisional. Artinya, masih banyak pedagang yang belum memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) ataupun izin usaha.
"Ini yang harusnya jadi tantangan bersama mempermudah akses pembuatan izin usaha, pembuatan NPWP pedagang tradisional. Dalam rangka mempermudah proses bankable," ujar dia.
Advertisement