Belanja Iklan Semester I Tembus Rp 82 Triliun, TV Mendominasi

Belanja iklan masih menunjukkan tren peningkatan dalam periode semester I, Januari hingga Juli 2017.

oleh Zulfi Suhendra diperbarui 13 Sep 2017, 19:30 WIB
Diterbitkan 13 Sep 2017, 19:30 WIB
Iklan Digital
(ilustrasi)

Liputan6.com, Jakarta Belanja iklan masih menunjukkan tren peningkatan dalam periode semester I, Januari hingga Juli 2017. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, belanja iklan bergerak positif sebesar 6 persen yang lebih dipengaruhi oleh kenaikan tarif.

Menurut temuan Nielsen Advertising Information Services yang dirilis hari ini oleh Nielsen Indonesia, belanja iklan di TV dan media cetak sepanjang Januari–Juli 2017 mencapai Rp 82,1 triliun. 

Dari sisi konsumen, penghematan tampak dilakukan di berbagai sektor pengeluaran karena adanya pengaruh kenaikan harga produk konsumen cepat habis atau FMCG (fast moving consumer goods) yang melebihi kenaikan inflasi. Hal ini terlihat dari penurunan volume penjualan di hampir semua sektor FMCG, seperti Makanan, Minuman, Perawatan Pribadi, dan Obat-obatan. Kategori rokok juga menunjukkan penurunan volume sebesar 2,3 persen dibandingkan dengan periode sebelumnya. Meskipun demikian, nilai belanja iklan untuk sebagian besar sektor tersebut masih mengalami pertumbuhan, kecuali Rokok.

Untuk periode Januari–Juli 2017, kategori-kategori produk yang mendorong pertumbuhan, di antaranya Telekomunikasi dan Layanan Online yang masing-masing tumbuh 32 persen dan 31 persen hingga mencapai Rp 3,7 triliun dan Rp 3,2 triliun.

Selain itu, kategori Snack, Biskuit, Cookies juga tumbuh sebesar 25 persen hingga mencapai Rp 2,6 Triliun. Pertumbuhan di kategori Telekomunikasi sangat dipengaruhi oleh belanja iklan Vivo smartphone yang meningkat 59 kali dibandingkan tahun lalu hingga mencapai Rp 462,4 miliar.

Samsung berada di urutan berikutnya dengan belanja iklan mencapai Rp 372,1 miliar dan meningkat sebesar 14 kali dari belanja iklan pada tahun 2016. Adapun untuk kategori Layanan Online, tiga pengiklan terbesar dan pendorong pertumbuhan untuk periode ini adalah Traveloka, Agoda, dan Shopee.

“Gaya hidup konsumen yang semakin mendekat ke arah digital memengaruhi ketatnya kompetisi para penyedia jasa telekomunikasi dan layanan online khususnya e-commerce sehingga pengiklan semakin gencar beraktivitas di berbagai media. Terbukti pertumbuhan belanja iklan kedua kategori produk ini sangat kuat pertumbuhannya dibandingkan dengan kategori produk pengiklan terbesar lainnya,” kata Executive Director, Head of Media Business, Nielsen Indonesia Hellen Katherina, dalam keterangannya, Rabu (13/9/2017).

Namun, di sisi lain, juga terdapat beberapa kategori yang mengurangi angka belanja iklannya dengan cukup signifikan. Salah satunya adalah belanja iklan Rokok Kretek yang berkurang Rp 1,1 triliun atau turun 28 persen dibandingkan dengan belanja iklan di periode Januari–Juli tahun 2016 hingga sekarang "hanya" mencapai Rp 2,8 triliun.

Kategori lain adalah Obat Tradisional yang berkurang Rp 404 milyar atau turun sebesar 50 persen dibandingkan tahun lalu. Kategori pemerintahan dan Partai Politik juga mengalami penurunan belanja iklan cukup signifikan dari Rp 4,3 miliar pada tahun 2016 menjadi Rp 4 milyar pada tahun 2017. Pengiklan yang mengurangi belanja iklan di kategori ini, di antaranya Pemda Riau, Pemda Kaltim, dan Partai Perindo.

Jika dilihat berdasarkan medianya, TV masih mempunyai kontribusi terbesar dengan total belanja iklan mencapai Rp 65,1 triliun disusul oleh belanja iklan koran sebesar Rp 15,6 triliun. Belanja iklan di radio untuk periode Januari – Juli 2017 ini telah mencapai Rp 811,8 miliar yang melebihi belanja iklan di majalah dan tabloid, yaitu Rp 686,6 miliar.

 

 

 

Iklan Radio

 

Sementara untuk radio, temuan Nielsen menyebut, radio saat ini didengarkan oleh sekitar 37 persen dari populasi atau setara dengan kurang lebih 20,2 juta pendengar di 11 kota dengan lama waktu mendengar rata-rata hingga 129 menit per hari. Angka penetrasi radio bervariasi di 11 kota dengan Palembang sebagai kota dengan penetrasi tertinggi, yaitu hingga 98 persen,

Pendengar menggunakan radio tidak hanya sebagai music player tetapi juga dipengaruhi oleh preferensi terhadap program (25 persen) dan juga karakter presenter (24 persen). Kedua hal tersebut menjadi kekuatan unik radio, yaitu kemampuannya untuk berinteraksi dengan pendengar, sesuatu yang tidak dimiliki oleh alat pemain musik lainnya.

Lebih dari separuh konsumen (54 persen) juga menaruh kepercayaan terhadap produk yang beriklan di radio. Angka ini lebih tinggi dari tingkat kepercayaan konsumen terhadap iklan di sinema (53 persen) ataupun video online (48 persen). Beberapa hal dari iklan radio yang menarik bagi pendengar antara lain adalah Kualitas Komedi (disebutkan oleh 37 persen pendengar), Jalan Cerita (12 persen), dan Informatif (9 persen).

Di sepanjang Januari–Juli 2017, radio menghasilkan hingga lebih dari Rp 100 miliar belanja iklan perbulannya. Walaupun jangkauannya bersifat lokal, radio juga mampu menjadi medium komunikasi bagi pengiklan nasional. Porsi pengiklan nasional di berbagai kota bisa mencapai hingga dua pertiga dari total belanja iklan.

Karakter dan profil tiap kota yang berbeda-beda juga memengaruhi kontribusi kategori-kategori tertentu untuk beriklan. Contohnya, Kota Bandung dan Yogyakarta mempunyai porsi share belanja iklan sektor pendidikan lebih besar dibandingkan dengan di kota lainnya karena banyaknya institusi pendidikan tinggi di kedua kota tersebut.

Pengiklan dengan jumlah belanja iklan terbesar di radio adalah Wingsfood yang mencapai Rp 24,1 miliar. Di urutan berikutnya adalah Shell dengan belanja iklan radio mencapai Rp 20 miliar sepanjang Januari-Juli 2017. Shell memilih radio sebagai platform utama untuk beriklan dengan menempatkan 68 persen dari total belanja iklannya di berbagai media. Hal ini menunjukkan bahwa radio berpotensi sebagai medium komunikasi untuk menjangkau konsumen.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya