Negara Akan Raup Rp 48 T dari Proyek Gas Jambaran Tiung Biru

Fasilitas pemrosesan gas (gas processing facilities/GPF) Proyek JTB akan menghasilkan gas 172 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).‎

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 25 Sep 2017, 20:12 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2017, 20:12 WIB
20160324-SKK Migas-AY
Kantor SKK Migas di Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Pembangunan konstruksi proyek pengembangan lapangan gas Jambaran – Tiung Biru (JTB) di Desa Bandungrejo, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur resmi dimulai.‎

Fasilitas pemrosesan gas (gas processing facilities/GPF) Proyek JTB akan menghasilkan gas 172 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).‎ Proyek ini akan menambah pendapatan negara Rp 48 triliun.

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Amien Sunaryadi mengatakan, produksi gas dari enam sumur JTB akan diolah melalui GPF.

Dari rata-rata produksi sebesar 330MMSCFD, GPF memisahkan kandungan CO2 dan H2S, sehingga menghasilkan gas yang dapat dijual sebesar 172 MMSCFD.  

“Dengan dukungan semua pihak, diharapkan proyek ini dapat mulai berproduksi pada awal 2021,” kata Amien, di Jakarta, Senin (25/9/2017).‎

Adapun sebesar 100 MMSCFD alokasi gas dari fasilitas tersebut diperuntukkan ke Pertamina, yang kemudian dialirkan ke PLN untuk kebutuhan listrik di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sementara sebesar 72 MMSCFD akan memasok kebutuhan industri di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Harga gas di kepala sumur sebesar US$6,7 per juta british thermal unit (MMBTU), tetap (flat) selama 30 tahun. Dengan biaya toll fee sebesar US$0,9 MMBTU, harga di pembangkit listrik PLN menjadi sebesar US$7,6 per MMBTU. 

“Ini komitmen industri hulu migas memprioritaskan konsumen dalam negeri,” ujarnya.

Amien mengungkapkan, penerimaan negara dari proyek ini sampai kontrak selesai pada 2035 mencapai US$3,61 miliar atau lebih dari Rp 48 triliun.‎ Selain penerimaan negara, proyek ini akan memberikan efek berganda bagi perekonomian daerah maupun nasional.

"Misalnya, penyerapan tenaga kerja yang mencapai 6.000 orang pada masa konstruksi. Seluruh produksi gas ini juga akan digunakan untuk kebutuhan dalam negeri," dia menjelaskan.

Biaya investasi proyek ini diperkirakan mencapai US$1,547 miliar atau sekitar Rp20,5 triliun. Jumlah ini belum termasuk pembangunan pipa Gresik-Semarang sepanjang 267 kilometer (km) dengan investasi US$ 515 juta atau sekitar Rp 7 triliun.

Nantinya, Pertamina Gas akan membangun pipa transmisi Gresik-Semarang untuk menyalurkan gas dari Lapangan JTB. Diharapkan industri berbasis gas dapat tumbuh di sepanjang pipa transmisi yang melintasi tujuh kabupaten di Jawa Timur dan Jawa Tengah tersebut. 

Lapangan Gas JTB adalah gabungan/unitisasi dari bagian Wilayah Kerja (WK) Cepu dan WK Pertamina EP. Cadangan lapangan ini diperkirakan mencapai 1,9 triliun kaki kubik (TCF).

PT Pertamina EP Cepu (PEPC) akan menjadi operator tunggal setelah ExxonMobil melepaskan sahamnya di JTB. Nantinya Pertamina menguasai 90 persen participating interest dan 10 persen dimiliki pemerintah daerah. 

PEPC ditunjuk sebagai Operator Lapangan Gas Unitisasi JTB sejak ditandatanganinya Head of Agreement (HoA) antara Mobil Cepu Limited (MCL), PEPC, dan Pertamina EP tentang Unitisasi Lapangan JTB pada 17 Agustus 2011.

Persetujuan POD terintegrasi untuk Pengembangan Gas Lapangan Unitisasi JTB dan Lapangan Cendana ditandatangani pada 13 Februari 2013, kemudian Persetujuan Revisi POD-nya pada tanggal 17 Agustus 2015.

Selanjutnya, penandatanganan Head of Agreement (HoA), Pasokan Gas Bumi Lapangan Gas JTB untuk Pembangkit Listrik Wilayah Gresik antara Pertamina dan PLN pada 8 Agustus 2017.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya