Perluas Pasar, Petani Tembakau Minta Penguatan Program Kemitraan

Teknologi dan cara bertani yang tepat mampu meningkatkan produksi tembakau.

oleh Nurmayanti diperbarui 01 Nov 2017, 17:14 WIB
Diterbitkan 01 Nov 2017, 17:14 WIB
Pertanian tembakau (Ilustrasi)
Pertanian tembakau (Ilustrasi)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mengatakan, masih banyak petani yang mengolah lahan tembakau secara tradisional. Para petani belum mendapatkan wawasan dalam penerapan teknologi. Padahal, teknologi dan cara bertani yang tepat mampu meningkatkan produksi tembakau. 

Dia menyatakan pendampingan dari perusahaan mitra dibutuhkan agar produksi petani bertambah. “Program kemitraan membawa dampak positif bagi petani. Program ini bisa mempermudah akses petani kepada pasar dan ada jaminan petani tembakau terserap," jelas dia, Rabu (1/11/2017).

Dia mencontohkan program kemitraan dari PT Sampoerna Tbk yang bernama Integrated Production System atau Sistem Produksi Terpadu. Program kemitraan ini sudah berjalan di beberapa kota penghasil tembakau di Indonesia seperti di Jawa Timur, yakni Madura, Jember, Bondowoso, dan Lumajang serta wilayah sekitar Jawa Tengah, yakni Rembang, Wonogiri, dan Purwodadi.

Dia berharap program kemitraan ini bisa diperluas sehingga semakin banyak petani tembakau yang bisa meningkatkan produksinya.

Leaf Agronomy Manager PT Sampoerna, Bakti Kurniawan, menjelaskan kemitraan Sampoerna dengan petani merupakan langkah perusahaan untuk membantu mengatasi masalah kekurangan pasokan tembakau di dalam negeri.

Program kemitraan memudahkan petani untuk menjual tembakaunya langsung ke pemasok sehingga dapat memperpendek rantai produksi. Tidak hanya itu, melalui kemitraan, petani diperkenalkan teknologi sehingga budi daya tembakau lebih efektif dan efisien.

“Kami memperkenalkan teknologi dan praktik terbaik di bidang pertanian. Misalnya, mulai dari teknik pembakaran dengan sistem rocket barn yang mampu menghemat konsumsi bahan bakar hingga 16 persen hingga alat aplikasi penghambat tunas yang mampu menghemat waktu pengerjaan hingga lebih dari 60 persen,” terangnya.

Siswanto, petani tembakau asal Dusun Bangkit, Kecamatan Eramoko, Kabupaten Wonogiri, mengaku merasakan banyak keuntungan setelah bergabung dalam program kemitraan yang dilaksanakan Sampoerna melalui perusahaan pemasok tembakaunya.

Dia mengaku sudah bermitra dengan Sampoerna kurang lebih sekitar empat tahun. "Melalui kemitraan, proses penanaman tembakau hingga panen menjadi lebih baik,” ungkap dia.

Menurut Siswanto, sebelumya tembakau bukan menjadi komoditas sektor pertanian yang penting dan diandalkan. Kini, tembakau menjadi salah satu komoditas yang mampu meningkatkan kesejahteraan petani.

 “Yang mendapatkan keuntungan di sini bukan hanya petani tetapi masyarakat juga. Kami bisa merekrut tenaga kerja untuk membantu kegiatan petani tembakau,” jelas dia.

Siswanto mengatakan, program kemitraan memberikan ilmu dan pengetahuan bercocok tanam yang baik kepada para petani tembakau.

Selain memberikan pendampingan untuk menghasilkan produksi tembakau yang berkualitas tinggi, Sampoerna melalui perusahaan pemasok tembakaunya juga menyerap seluruh hasil tembakau petani sehingga kesejahteraan hidup mereka meningkat.

Tonton Video Pilihan Ini:

 

Alasan Menkeu Sri Mulyani Menaikkan Cukai Rokok

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, telah mengumumkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau atau rokok dengan rata-rata tertimbang sebesar 10,04 persen per 1 Januari 2018. Kebijakan ini sejalan dengan upaya pemerintah mengendalikan konsumsi rokok.

Kenaikan tarif cukai rokok tahun depan tertuang melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

Adapun dalam beleid aturan ini, kenaikan tertimbang tarif cukai untuk jenis Sigaret Keretek Mesin (SKM) sebesar 10,9 persen, dan Sigaret Putih Mesin (SPM) sebesar 13,5 persen karena merupakan pabrikan besar dan industri padat modal. Adapun kenaikan tarif untuk Sigaret Keretek Tangan (SKT) yang merupakan industri padat karya ditetapkan hanya sebesar 7,3 persen. Bahkan untuk SKT golongan IIIA tidak ada kenaikan tarif.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi mengatakan, kebijakan kenaikan cukai rokok mulai 1 Januari 2018 memprioritaskan pengendalian atas konsumsi rokok. Namun tetap memperhatikan aspek lainnya, yaitu kondisi industri dan tenaga kerja, optimalisasi penerimaan perpajakan dari sektor cukai, serta peredaran rokok ilegal.

"Keberpihakan kami terhadap aspek tenaga kerja industri hasil tembakau juga ditunjukkan dengan mendekatkan secara bertahap tarif terendah untuk jenis SPM golongan II dengan tarif cukai tertinggi pada jenis SKT golongan I. Tujuannya tarif cukai untuk seluruh SKT menjadi lebih rendah dibandingkan dengan tarif cukai untuk SKM," kata Heru dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (31/10/2017).

Lebih jauh Heru menjelaskan, kenaikan tarif cukai rokok setiap tahun merupakan upaya pemerintah dalam rangka pengendalian konsumsi guna kesehatan masyarakat. Selama tiga tahun terakhir, ia menjelaskan, produksi rokok cenderung stagnan, bahkan turun.

Dari data Bea dan Cukai, produksi rokok tahun lalu turun 1,8 persen. Sementara proyeksinya di tahun ini akan kembali merosot sekitar 2,8 persen.

"Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,04 persen diprediksi dapat kembali menurunkan produksi sebesar 2,2 persen, serta menurunkan prevalensi merokok hingga 0,4 persen," Heru menerangkan.

Menurutnya, penurunan prevalensi merokok ini akan diikuti dengan penurunan perokok usia di bawah 15 tahun dan perokok perempuan.

"Penurunan produksi dan konsumsi rokok diharapkan berdampak positif terhadap pengurangan pengeluaran rumah tangga untuk membeli rokok maupun pengurangan biaya kesehatan atas penyakit yang ditimbulkan karena merokok," jelas Heru.

Pemerintah akan mengoptimalkan pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) untuk mengantisipasi penurunan produksi rokok yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap permintaan bahan baku tembakau.

Kondisi ini tentu akan berimbas pada kesejahteraan petani tembakau, pemanfaatan DBH untuk peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, dan pembinaan lingkungan sosial.

Program peningkatan kualitas bahan bakum antara lain, untuk standardisasi kualitas bahan baku, pembudidayaan bahan baku bernikotin rendah, dan fasilitasi pembentukan badan hukum kelompok petani tembakau.

Adapun program pembinaan industri diharapkan memfasilitasi pelaksanaan kemitraan usaha kecil, menengah dan usaha besar.

Sementara program pembinaan lingkungan sosial diharapkan mampu meningkatkan pembinaan dan pelatihan keterampilan kerja bagi tenaga kerja dan masyarakat, penguatan ekonomi masyarakat melalui kegiatan padat karya yang dapat mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya