Pengusaha Pasrah Sri Mulyani Naikkan Tarif Cukai Rokok

Pengusaha menyatakan di tengah persaingan ekonomi berat, industri kretek butuh relaksasi dan perbaikan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 29 Okt 2017, 10:45 WIB
Diterbitkan 29 Okt 2017, 10:45 WIB
20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) pasrah dengan peraturan yang diterbitkan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati tentang kenaikan tarif cukai sebesar 10,04 persen. Penyesuaian berlaku per 1 Januari 2018 dan tertuang dalam PMK Nomor 146/PMK.010/2017.

Ketua Perkumpulan GAPPRI, Ismanu Soemiran menilai kenaikan tarif cukai hasil tembakau atau rokok sebesar 10,04 persen sangat memberatkan. Lantaran di tengah persaingan ekonomi yang berat saat ini, industri kretek membutuhkan relaksasi dan perbaikan.

"Tapi kami siap menerima dan mengamankan PMK. Sebab kami memahami kesulitan pemerintah. Kami akan terus mendukung program kerja pemerintah," kata Ismanu dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu (29/10/2017).

Ikhwal penyederhanaan layer cukai rokok dari 12 layer menjadi 10 layer hingga 2021, Ismanu berharap agar pemerintah tetap memperhatikan ragam kemampuan industri dan jenis kretek yang memang berbeda.

"Ada kretek mesin, kretek tangan, klobot, ditambah klembak menyan, dan ada rokok putih. Jadi wajar harus multi-layer," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Perangi Rokok Ilegal

Ismanu berpendapat, kenaikan tarif cukai rokok berpotensi meningkatkan perederan rokok ilegal. Namun pihaknya akan membantu pemerintah dalam memberantas peredaran rokok ilegal melalui kampanye stop rokok ilegal.

Dia menambahkan, peredaran rokok ilegal menimbulkan persaingan tidak sehat, serta sangat merugikan industri rokok maupun penerimaan negara.

"Pemerintah wajib mengintensifkan operasi rokok ilegal. Kami akan memanfaatkan sistem monitoring yang sudah ada link dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai," ujar dia.

"Terhadap pengusaha rokok ilegal, supaya diberikan hukuman yang bisa menimbulkan efek jera. Hukuman yang ringan akan membuat mereka mudah mengulangi perbuatannya," Ismanu berharap.

Sebaliknya, lanjut Ismanu, terhadap produsen yang jujur agar diberikan kemudahan. Sebagai contoh mempemudah kredit pelunasan pita cukainya, dan segera mengembalikan kredit 60 harinya pada akhir tahun guna mempercepat proses relaksasi.

Dengan demikian, pengusaha rokok yang taat ini tidak mengalami gangguan aliran uang (cash flow) perusahaan, untuk mengimbangi kemampuan modalnya guna persiapan membeli pita cukai yang semakin mahal tarifnya.

"Kami mewanti kepada seluruh anggota kami agar menenangkan karyawan agar fokus terhadap pekerjaan secara profesional, tidak ikut aksi yang hanya membuat gaduh," ujar Ismanu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya