Harga Listrik dari Nuklir Belum Bersaing

Saat ini belum ada cadangan terbukti thorium dan uranium di Indonesia, yang ada baru potensi.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 07 Nov 2017, 10:15 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2017, 10:15 WIB
Ilustrasi Lipsus Nuklir
Ilustrasi Lipsus Nuklir

Liputan6.com, Jakarta - Harga listrik yang dihasilkan oleh Pembangit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) belum bisa bersaing dengan harga listrik dari pembangkit yang menggunakan energi konvensional. Dengan begitu, energi nuklir dinilai belum ekonomisuntuk digunakan.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, saat ini harga pembangunan PLTN masih jauh lebih mahal dibanding pembangkit listrik jenis lain yang telah beroperasi.

Dia menyebutkan, untuk membangun 1.000 Mega Watt (MW) PLTN membutuhkan dana US$ 6 juta. Sedangkan jika dibandingkan PLTU dengan kapasitas sama hanya membutuhkan dana US$ 1 juta. Hal tersebut menunjukan, biaya pembangunan PLTN masih mahal.

"Bagaimana dengan PLTA dan Energi Baru Terbarukan (EBT) lain. Kita bisa membandingkan nuklir dari sisi komersial bisa lebih murah enggak dari source yang lain?" kata Arcandra, seperti yang dikutip di Jakarta, Selasa (7/11/2017).

Arcandra melanjutkan, jika dilihat dari sisi Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik PLTN masih di atas harga rata-rata, yaitu US$ 9,7 sen sampai US$ 13,6 sen per kilo Watt hour (kWh). Sedangkan BPP nasional hanya US$ 7,39 per kWh.

"Harga US$ 9,7 sen - US$ 13,6 sen per kWh lebih mahal tidak? BPP nasional kita US$ 7,39 sen. Kalau lihat sejarahnya PLTN akan di atas BPP nasional ini jadi concern kita semua dari sisi komersial," ujarnya.

Menurut Arcandra, saat ini belum ada cadangan terbukti thorium dan uranium di Indonesia, yang ada baru potensi. Karena itu perlu proses panjang untuk memanfaatkan energi nuklir.

Berdasarkan keterangan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), untuk memanfaatkan menjadi energi nuklir sebagai sumber listrik membutuhkan waktu hingga 10 tahun.

"Batan mengatakan 10 tahun lagi baru bisa jadi bahan bakar PLTN," tutup Arcandra.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Setuju pembangunan PLTN

Sebelumnya, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) menyatakan 77,53 persen publik telah menunjukkan sikap setuju terhadap rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).

Seperti yang dikutip dari data yang diterbitkan‎ BATAN pada awal tahun ini, hasil survei yang dilakukan terhadap 4 ribu orang responden, yang terletak di 300 desa atau kelurahan di 34 Provinsi menunjukkan 77,53 persen responden setuju terhadap rencana pembangunan PLTN dan 22,47 persen tidak setuju.

Dari hasil survei yang telah dilakukan, menunjukan adanya keyakinan PLTN akan dapat berkontribusi untuk ‎memenuhi harapan yang dijadikan alasan setujunya pembangunan PLTN. Kontribusi itu peningkatan kehandalan pasokan listrik, sehingga terjadi kestabilan dan tidak ada pemadaman. Selain itu, harga listrik yang lebih murah sehingga lebih terjangkau.

Alasan lain masyarakat yang menyetujui pembangunan PLTN adalah terbukanya lapangan kerja, sehingga akan memberikan dampak postif terhadap perekonomian. Tiga alasan di atas merupakan yang utama mendasari penerimaan publik terhadap rencana pembangunan PLTN.

Berikutnya adalah ada alih teknologi sehingga ada transfer pengetahuan dan pengalaman. Pembangunan PLTN diharapkan juga dapat mengurangi emisi, karena nuklir merupakan energi yang menghasilkan polusi rendah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya