Gaet Nasabah Milenial, BNI Akan Bikin Produk Fintech

Saat ini 62 persen nasabah BNI merupakan generasi milenial, yang akrab dengan perkembangan teknologi.

oleh Septian Deny diperbarui 08 Nov 2017, 17:00 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2017, 17:00 WIB
Fintech
Ilustrasi fintech. Dok: sbs.ox.ac.uk

Liputan6.com, Jakarta Sektor perbankan tengah mewaspadai perkembangan teknologi finansial atau fintech. Perkembangan fintech ini bisa saja menggerus kinerja perbankan ke depannya.

Direktur Bisnis Menengah BNI Putrama Wahju Setyawan mengatakan, saat ini 62 persen nasabah BNI merupakan generasi milenial yang akrab dengan perkembangan teknologi. Sebab itu, BNI harus melakukan penyesuaian dengan perkembangan Afintech saat ini.

"Fintech mendapatkan porsi dari transaksi keuangan yang sangat memudahkan kita. Dan 62 persen (nasabah BNI) generasi milenial. Makanya kita harus bertransformasi tanpa melemahkan keamanannya," ujar dia di Kantor BNI, Jakarta, Kamis (8/11/2017).

Salah satu contoh perkembangan fintech yang bisa menggerus kinerja perbankan, yaitu Go-Pay dari Go-Jek. Saat ini, melalui Go-Pay, masyarakat bisa bertransaksi dan membayar banyak hal, seperti pengisian pulsa, pembelian token listrik, dan lain-lain.

"Go-Jek yang semula menyediakan layanan transportasi, kini dia bikin ekosistem dengan Go-Pay. Kalau ini tidak diantisipasi maka transaksi keuangan akan keluar dari perbankan. Bayangkan isi Go-Pay bisa dari mobile banking, kemudian di Go-Pay bisa untuk transfer‎ dan lain-lain," kata dia.

Untuk menjawab tantangan ini, lanjut Putrama, dalam waktu dekat BNI akan meluncurkan produk fintech yang diklaim akan lebih canggih dari Go-Pay. ‎Namun, dia masih merahasiakan seperti apa produk fintech yang akan diluncurkan oleh BNI ini.

"Harus mampu menjawab tantangan transaksi, ini akan kami launching. Ini akan jadi yang pertama di Indonesia, lebih mudah dari Go-Pay. Kita harus bikin yang lebih fleksibel bagi pengguna. Bayangan saya Go-Pay akan spin dari Go-Jek. Ini harus kami jawab tantangan supaya pangsa pasar kami tidak tergerus, membuat kami tertantang bikin layanan yang lebih bagus lagi," tandas dia.

Bank BNI Kantongi Laba Rp 10,16 Triliun di Kuartal III

PT Bank Negara Indonesia Tbk (Bank BNI) mencatatkan laba bersih Rp 10,16 triliun hingga kuartal III 2017. Laba tersebut tumbuh 31,6 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya Rp 7,72 triliun.

"Kenaikan laba bersih ini terutama ditopang oleh penyaluran kredit BNI yang tumbuh 13,3 persen atau lebih cepat dibandingkan pertumbuhan kredit industri yang berada pada level 8,2 persen per Juli 2017," kata Wakil Direktur Utama BNI Herry Sidharta, di Jakarta, Kamis (12/10/2017).

Dia menjelaskan, BNI menyalurkan kredit sebesar Rp 421,41 triliun pada kuartal III 2017. Laba tersebut lebih tinggi 13,3 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya Rp 372,02 triliun.

Segmen business banking memiliki komposisi 78,3 persen dari total kredit. Kredit ini sebesar Rp 329,75 triliun atau tumbuh 13,9 persen dibanding periode sama tahun lalu Rp 289,47 triliun.

Pada business banking, segmen korporasi 23,6 persen dari total kredit, BUMN 19,4 persen, segmen menengah 16,1 persen, dan segmen kecil 12,8 persen.

"Di samping kredit sektor business banking, BNI juga mengucurkan pembiayaan ke sektor bisnis konsumer yang teralokasikan sebesar 16,3 persen dari total kredit atau sebesar Rp 68,53 triliun, tumbuh 9,2 persen di atas realisasi periode yang sama tahun 2016 sebesar Rp 62,73 triliun," jelas dia.

Strategi yang dilakukan dengan mendorong pertumbuhan kredit di atas industri, yakni pertama, menggali potensi pasar pembiayaan BUMN dengan fokus pada proyek infrastruktur dan sektor industri yang memiliki risiko rendah dan terkontrol.

Kedua, mengoptimalkan jaringan dan outlet untuk mampu menggarap potensi pasar yang ada. Ketiga, menggali potensi supply chain debitor korporasi untuk menangkap potensi debitur baru.

Untuk meningkatkan penyaluran kredit ke segmen korporasi, perusahaan melaksanakan paduan strategi.

"Pertama, fokus pada pembiayaan proyek infrastruktur dan BUMN. Kedua, fokus pada pembiayaan sektor berisiko rendah, seperti pertanian dan perkebunan. Ketiga, tidak melakukan ekspansi ke sektor yang berisiko cukup tinggi karena faktor eksternal, seperti pertambangan," kata dia.

Perseroan menghimpun dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 480,53 triliun atau naik 19,6 persen dibanding periode yang sama tahun lalu Rp 401,88 triliun.

Komponen dana murah (current account saving account/CASA) menunjukkan peningkatan. Komposisinya dari 59,7 persen dari total DPK menjadi 60,4 persen pada kuartal III tahun ini.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya