Perjalanan Panjang Keruk Minyak di Perut Bumi RI

Indonesia harus mengembalikan periode puncak tersebut dengan produksi minyak 1,7 juta barel per hari.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 16 Nov 2017, 16:30 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2017, 16:30 WIB
Penandatanganan MoU Integrasi Sistem Informasi dalam Rangka Pemberian Fasilitas Fiskal Atas Impor Barang Operasi untuk Kegiatan Usaha Hulu Migas, Kamis (16/11/2017).
Penandatanganan MoU Integrasi Sistem Informasi dalam Rangka Pemberian Fasilitas Fiskal Atas Impor Barang Operasi untuk Kegiatan Usaha Hulu Migas, Kamis (16/11/2017).

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menceritakan, ‎butuh waktu lama hingga 10 tahun untuk mencari minyak di Indonesia. Investasinya pun mencapai miliaran dolar Amerika Serikat (AS) dengan tujuan meningkatkan produksi minyak di dalam negeri.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Dirjen Migas) Kementerian ESDM ‎Ego Syahrial mengungkapkan, Indonesia mampu mencetak produksi minyak 1,7 juta barel per hari pada periode 1977 dan akhir 1997. Di masa keemasan itu, Indonesia merupakan sebagai eksportir minyak dunia.

"Tapi sekarang produksi minyak kita 800 ribu barel per hari, sedangkan konsumsinya mencapai 1,6 juta barel per hari. Artinya, kekurangannya kita penuhi dari impor minyak mentah. Devisa yang keluar pun Rp 1 triliun-Rp 1,5 triliun per hari," kata Ego di kantor Ditjen Bea dan Cukai, Jakarta, Kamis (16/11/2017).

Menurutnya, Indonesia harus mengembalikan periode puncak tersebut dengan produksi minyak 1,7 juta barel per hari. Oleh karena itu, perlu terobosan dengan tidak melulu mengandalkan bisnis secara as usual supaya pemerintah lebih ramah terhadap dunia usaha, khususnya para pemain migas lokal maupun asing.

"Industri migas bukan industri 1-2 tahun untuk bisa sampai mendapatkan ‎minyak. Di industri migas setidaknya butuh waktu 10 tahun baru bisa dapat minyak. Kalaupun dapat, baru tahun ke-11 baru bisa dapat minyak," paparnya.

Ego menambahkan, rata-rata kontrak untuk para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) 30 tahun dan ditambah 20 tahun jika diperpanjang. "Jadi kalau KKKS ini sudah bekerja keras, butuh waktu lama, dan kita tidak bantu dengan langkah percepatan, maka kita tidak akan bisa kembali ke produksi kejayaan 1,7 juta barel per hari," terangnya.

Untuk itu, dia bilang, Kementerian ESDM, Ditjen Migas, SKK Migas, Ditjen Bea dan Cukai‎, dan Pengelola Portal Indonesia National Single Window (PP INSW) bekerja sama dalam rangka pemberian fasilitas fiskal atas impor barang operasi keperluan KKKS untuk kegiatan usaha hulu migas.

"Jadi proses permohonan pemberian fasilitas fiskal dari tadinya masih manual, belum terintegrasi antar Kementerian/Lembaga, menjadi otomatis terintegrasi, paperless. Mengurangi pelayanan pengurusan dari 42 hari kerja menjadi 24 hari kerja," tandas Ego.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Minat Investor

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim investor kembali minati blok minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia. Hal ini disinyalir akibat diterapkannya konsep bagi hasil migas baru dengan skema gross split.

Minat investasi tersebut ditunjukan pada‎ animo investor terhadap penawaran blok migas putaran I 2017. Hingga saat ini, tercatat 17 ‎dokumen penawaran telah diambil investor yang berasal dari 10 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), terdiri dari KKKS besar dan kecil.

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Ego Syhrial menuturkan, kondisi tersebut membaik, dibandingkan dengan tahun lalu tidak ada yang meminati blok atau wilayah kerja (Wk) migas yang ditawarkan.

"Tahun 2016, (penawaran) WK kita tidak laku, dalam sistem PSC. Sekarang walaupun kita masih nunggu bukti tanggal 18 (September) deadline pada saat penyerahan dokumen. Sudah 17 yang mengakses itu (ambil dokumen) dari 10 KKKS dan KKKS-nya bukan yang KKKS yang kecil-kecil juga. Kombinasi ada yang kecil dan besar," ujar Ego, seperti yang dikutip dari situs resmi Ditjen Migas Kementerian ESDM, di Jakarta, Rabu (‎13/9/2017).

Ego mengungkapkan, kontrak bagi hasil gross split yang baru saja direvisi bukan sekadar pengalihan kebijakan Pemerintah, melainkan upaya Pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi migas. Para KKKS pun kembali berminat blok migas Indonesia.

"Terbukti kemarin IPA memberikan presiasi, ketika kita mengadakan sosialisasi (revisi Permen Gross Split)," ujar Ego.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya