Jokowi Alokasikan Rp 18 Triliun Bayar Upah Pekerja di Desa

Pemerintah mengalokasikan Rp 18 triliun dari dana desa untuk upah pekerja. Dampaknya bisa mendongkrak daya beli hingga Rp 90 triliun

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 28 Nov 2017, 11:53 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2017, 11:53 WIB
Menteri Desa Kunjungan ke Cirebon Terkait Dana Desa
Ada syarat yang harus dilakukan pemerintah desa agar dana desa bisa cair. (Liputan6.com/Panji Prayitno).

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah mengalokasikan Rp 18 triliun dari dana desa untuk upah pekerja. Dengan pendapatan yang diterima para pekerja di desa itu, diharapkan dapat mendongkrak daya beli hingga Rp 90 triliun dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo menerangkan, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 60 triliun untuk dana desa pada 2018. Dari jumlah itu, 30 persen atau sekitar Rp 18 triliun digelontorkan untuk membayar upah pekerja di desa.

"Dengan 30 persen berarti Rp 18 triliun dari 60 triliun itu jadi upah pekerja dan diharapkan menciptakan daya beli sekitar Rp 90 triliun di desa," ungkap Eko di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Selasa (28/11/2017).

Eko juga mengatakan, proyek dari desa selama ini dikerjakan oleh kontraktor. Menurutnya, itu tidak sesuai dengan filosofi dana desa. Oleh karenanya, ke depan akan ada ketentuan bahwa proyek dari dana desa tidak boleh dikerjakan kontraktor.

"Karena dulu aturannya di atas Rp 200 juta itu harus pakai kontraktor. Sekarang dana desa berapa pun tidak boleh kontraktor," tegas Eko.

Eko mengatakan, alokasi dana desa tersebut akan menciptakan lapangan kerja baru. Setidaknya, dana tersebut akan membuka 5 juta lapangan kerja baru.

"Dari dana desa bisa meng-create 5 juta lapangan kerja untuk 60 hari. Karena lama proyeknya 60 hari," papar dia. 

Seperti diberitakan sebelumnya, program dana desa memiliki dampak sangat besar terhadap pembangunan di desa. Untuk pertama kali, Indonesia mampu membangun sepanjang 121.709 kilometer (km), jembatan 1.960 km, air bersih sebanyak 32.711 unit, Polindes 6.041 unit, saluran irigasi 41.739 unit, drainase 590.371 unit, dan tambatan perahu 5.116 unit.

Selain itu, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) 21.811 unit, embung 2.047 unit, MCK 82.356 unit, pasar desa 5.220 unit, bangunan pendidikan anak usia dini (PAUD) 21.357 unit, posyandu 13.973 unit, sumur 45.865 unit, penahan tanah 291.393 unit, dan sarana olahraga 2.366 unit.

“Itu juga ada unsur swadaya masyarakat desa. Karena masyarakat desa kalau dibikinkan jalan, irigasi, dan lainnya dari dana desa, masyarakat desa kan senang,” tandas Eko.

Tonton Video Pilihan Ini:

 

Gebrakan Jokowi Genjot Penggunaan Dana Desa Rp 60 Triliun

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) ‎untuk menggenjot proyek padat karya besar-besaran melalui dana desa di tahun depan. Tujuannya untuk mengerek daya beli masyarakat serta menciptakan lapangan kerja sehingga mengurangi pengangguran dan jumlah orang miskin.

‎"Presiden minta penggunaan dana desa Rp 60 triliun digunakan untuk menciptakan kesempatan kerja yang bisa dinikmati langsung masyarakat," tegas Sri Mulyani di Jakarta, seperti ditulis Rabu (1/11/2017).

Untuk periode 2018, kata Sri Mulyani, alokasi dana desa sebesar Rp 60 triliun akan difokuskan ‎kepada desa-desa miskin dan yang memiliki populasi orang miskin lebih banyak. Dia menyebut, untuk desa tertinggal, jumlah transfer dana desa per kapita per orang akan mencapai Rp 587 ribu per orang.

Sementara itu, untuk desa yang sangat tertinggal dengan jumlah penduduk miskin lebih banyak, dana desa yang disalurkan mencapai Rp 1,18 juta per orang per kapita. Jumlah uang tersebut jauh jika dibandingkan desa yang kategorinya tidak tertinggal, dengan alokasi dana desa Rp 269,5 ribu per orang per kapita.

"Artinya, desa makin tertinggal dan populasi miskinnya lebih banyak, maka mendapatkan alokasi dana desa makin banyak. Tapi, uang itu harus untuk pembangunan desa," ujar Sri Mulyani.

Dengan kata lain, ia menuturkan, uang senilai Rp 60 triliun harus digelontorkan untuk membangun desa-desa tersebut, yaitu membangun pelayanan sosial dasar, embung, serta infrastruktur dasar lainnya. Syarat lain, harus dilakukan swakelola dengan mempekerjakan masyarakat desa itu.

"Kalau mereka bisa bekerja 4-5 bulan, dan langsung mendapat uang tunai, sehingga itu sangat memengaruhi daya beli. Pemerintah juga memberi banyak intervensi untuk kelompok masyarakat miskin sehingga daya beli tetap terjaga baik, jumlah keluarga miskin atau orang miskin di Indonesia bisa dikurangi," jelas Sri Mulyani.

 

Karut-Marut Dana Desa

Sri Mulyani mengaku, dari hasil evaluasi pada 2015 dan 2016, alokasi ‎dana desa untuk pembangunan di desa sebesar 80 persen. Presiden, menurut Menkeu, meminta seluruh kepala daerah melihat secara teliti penyaluran dana desa yang banyak menghadapi berbagai persoalan.

Pertama, lebih jauh katanya, penggunaan dana desa di luar yang diprioritaskan. Ini sangat tidak sesuai dengan tujuan awal alokasi dana desa. "Masalah kedua, pekerjaan yang seharu‎snya dilakukan secara swakelola atau mempekerjakan masyarakat desa, ternyata dilakukan pihak ketiga," ujar Sri Mulyani.

Ketiga, dia menambahkan, pengeluaran dana desa tidak didukung bukti-bukti yang memadai. "Artinya duitnya sudah diminta, tapi tidak ada bukti mencukupi. Bahkan ada belanja dana desa di luar yang telah dianggarkan," ujar dia.

Oleh karena itu, Sri Mulyani bersama Menteri Dalam Negeri serta Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi akan melakukan berbagai upaya untuk mengurangi permasalahan tersebut.

"Juga meningkatkan kualitas dan akuntabilitas penggunaan dan pengelolaan dana desa, serta akuntabilitas dan kapasitas dari desa itu sendiri," ‎kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya