Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan Bank Indonesia (BI) akan tetap difokuskan pada stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan pada 2018. Sejumlah kebijakan akan ditempuh BI pada tahun depan.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, di bidang moneter, BI akan menempuh stance kebijakan moneter yang terukur dan sesuai dengan upaya menjaga inflasi dalam kisaran sasarannya. Kemudian, mengendalikan defisit transaksi berjalan dalam tingkat yang aman.
"BI akan menyempurnakan Giro Wajib Minimum (GWM) rata-rata memperluas implementasi GWM rata-rata," kata dia dalam acara Pertemuan Tahunan BI 2017, di Jakarta, Selasa (28/11/2017).
Advertisement
Baca Juga
Dia mengatakan, BI juga akan berhati-hati dalam menjaga nilai tukar. Dia menuturkan, BI akan menjaga nilai tukar sesuai dengan fundamentalnya dan tetap mendukung bekerjanya mekanisme pasar.
"Kami perkuat dengan upaya mengurangi ketergantungan mata uang tertentu. Memperkuat mitigasi risiko korporasi nonbank dalam melakukan pengelolan utang luar negeri dan mendorong bank domestik menyediakan instrumen lindung nilai yang efisien bagi korporasi," sambungnya.
Dalam mengakselerasi pendalaman pasar keuangan, lanjut Agus, BI bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), akan menyusun strategi nasional pengembangan dan pendalaman pasar keuangan.
Di bidang makroprudensial, BI akan mengarahkan kebijakan pada penguatan resiliensi sistem keuangan terhadap risiko sistemik. Dia mengatakan, dari sisi likuiditas, BI akan mengimplementasikan Buffer Likuiditas Makroprudensial sebagai bentuk penyempurnaan GWM sekunder.
Dari aspek penguatan fungsi intermediasi, BI akan mengimplementasikan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIMP) sebagai bentuk penguatan dari loan to funding ratio (LFR).
"Ke depan kami akan memperkuat kebijakan LTV melalui penerapan LTV secara targeted," tambahnya.
Di bidang sistem pembayaran, Agus menuturkan, kebijakan BI akan diarahkan membentuk ekosistem nontunai yang saling terhubung, inovatif, kompetitif dan melindungi penggunanya.
Sementara, di bidang pengelolaan rupiah, BI akan memastikan pemenuhan uang rupiah yang layak edar, dalam jumlah yang cukup dengan pecahan yang sesuai, dan terdistribusi ke semua wilayah Indonesia. Lalu, melindungi dari risiko uang palsu.
"Berbagai kebijakan tersebut akan kami koordinasikan dan selaraskan dengan pemangku kebijakan di pusat dan daerah," tutur dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Prediksi Pertumbuhan Ekonomi versi BI
Bank Indonesia (BI) kembali menggelar Pertemuan Tahunan BI 2017. Acara yang mengangkat tema Memperkuat Momentum ini dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam sambutannya, Gubernur BI Agus Martowardojo memaparkan soal pertumbuhan ekonomi Indonesia.Di 2017, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan sebesar 5,1 persen. Untuk inflasi, akan berada di kisaran 3 persen-3,5 persen dan neraca transaksi berjalan defisit di bawah 2 persen.
"Perbaikan ekonomi global berdampak ke ekonomi domestik. Hal ini didorong oleh kinerja ekspor dan investasi yang membaik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2017 diperkirakan mencapai 5,1 persen, dengan tetap terjaganya stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan yang terjaga," ujar dia di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Selasa, 28 November 2017.
BI memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 berada di kisaran 5,1 persen-5,5 persen. Pertumbuhan ini akan lebih baik dibandingkan tahun ini. Untuk inflasi, 3 persen plus minus 1 persen serta defisit neraca transaksi berjalan berada di bawah 3 persen.
"Pertumbuhan ekonomi di 2018 berada di rentang Rp 5,1 persen-5,5 persen. Dengan permintaan domestik sebagai motor utamanya. Adapun, pertumbuhan kredit sebesar 10 persen-12 persen dan pertumbuhan dana pihak ketiga sebesar 9 persen-11 persen," kata dia.
Selain memproyeksikan pertumbuhan ekonomi untuk tahun depan, BI juga memprediksi pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah.
Pada 2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi mencapai 5,8 persen-6,2 persen. Meski terlihat tinggi, namun BI optimistis pertumbuhan ekonomi akan tercapai. Sedangkan inflasi 3 persen plus minus 1 persen serta defisit necara transaksi berjalan berada di bawah 3 persen.
Hal ini didorong oleh kebijakan pembangunan infrastruktur. Program pembangunan yang digenjot oleh pemerintah diyakini akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara cepat di masa mendatang. Hal ini seperti yang juga dialami oleh negara-negara yang menggenjot pembangunan infrastrukturnya.
Advertisement