Jabodetabek Rugi Rp 100 Triliun per Tahun Akibat Kemacetan

BPTJ bersama pemerintah daerah dan pihak terkait lainnya telah mempersiapkan berbagai terobosan untuk mengurai kemacetan.

oleh Septian Deny diperbarui 03 Des 2017, 15:00 WIB
Diterbitkan 03 Des 2017, 15:00 WIB
Kemacetan
Kendaraan terjebak macet di Jalan Gatot Soebroto dan tol dalam kota, Jakarta, Jumat (16/11). Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyatakan kemacetan di Jakarta mengakibatkan kerugian sekitar Rp 67,5 triliun. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta Kerugian akibat kemacetan lalu lintas di Jakarta dan sekitarnya dari tahun ke tahun terus meningkat. Kemacetan ini diakibatkan pertumbuhan kendaraan pribadi yang tinggi tanpa disertai dengan penambahan kapasitas jalan yang signifikan.

Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan, Bambang Prihartono mengatakan, pada 2017, menurut perhitungan Bappenas, kerugian akibat kemacetan khusus di DKI Jakarta saja mencapai Rp 67,5 triliun. Sementara kerugian yang dialami di wilayah Jabodetabek mencapai Rp 100 triliun per tahun.

"Selama ini perkembangan transportasi sangat pesat. Tapi tidak sesuai dengan norma yang ada. Sebab pertumbuhan transportasi ini harusnya seiring dengan pertumbuhan angkutan umum," ujar dia di Jakarta, Minggu (3/12/2017).‎

Untuk mengurangi kerugian tersebut, lanjut Bambang, BPTJ bersama pemerintah daerah dan pihak terkait lainnya telah mempersiapkan berbagai terobosan dan harus dilaksanakan secepatnya.

Berbagai terobosan yang dipersiapkan tersebut telah dan terus dikomunikasikan oleh BPTJ dengan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta dan kepala daerah di wilayah Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek).

"BPTJ dan Pemprov DKI akan terus berkoordinasi menindaklanjuti program peningkatan layanan angkutan umum dan penanggulangan kemacetan di DKI Jakarta dalam lingkup penanganan se-Jabodetabek," ungkap dia.

Menurut dia, BPTJ telah mengidentifikasi permasalahan transportasi yang ada di wilayah Jabodetabek.

Pertama, tingkat kemacetan yang sangat tinggi di mana rasio volume kendaraan dibanding kapasitas jalan sudah mendekati 1, atau dengan kata lain sudah macet dan perlu penanganan.

Kedua, jumlah sepeda motor di jalan makin dominan, sementara peran angkutan umum masih rendah. Sedangkan saat ini penggunaan angkutan umum di Jakarta baru 19,8 persen dan di Bodetabek baru 20 persen.

"Untuk itu, diperlukan program penanganan yang perlu segera diterapkan," kata dia.

 Tonton Video Pilihan Ini:

Jumlah Kendaraan Bertambah 4 Kali Lipat

Bambang mengatakan, sejak 2000 hingga 2010, dari data statistik, jumlah kendaraan yang terdaftar meningkat 4,6 kali. Sementara itu, untuk penglaju dari wilayah Bodetabek menuju Jakarta ada sekitar 1,1 juta, dan ini terus meningkat 1,5 kali lipat sejak 2002.

"Untuk pergerakan lalu lintas harian di Jabodetabek yang semula pada 2003 sebesar 37,3 juta perjalanan per hari, meningkat 58 persen atau mencapai 47,5 juta perjalanan per hari di 2015," kata dia.

Dari 47,5 juta perjalanan orang per hari tersebut, sekitar 23,42 juta merupakan pergerakan di dalam wilayah DKI Jakarta.

Kemudian, sebanyak 4,06 juta adalah pergerakan komuter dan 20,02 juta adalah pergerakan lainnya yang melintas DKI dan internal Bodetabek.

"Perjalanan di Jabodetabek rata-rata didominasi oleh sepeda motor. Modal share dari total pergerakan Jabodetabek di dominasi oleh sepeda motor yakni sebesar 75 persen. Kendaraan pribadi sebesar 23 persen dan 2 persen oleh kendaraan angkutan umum. Hal ini tentu berdampak pada perekonomian dan lingkungan," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya