Liputan6.com, Jakarta - Krisis ekonomi 10 tahunan pada 1998 dan 2008 masih membayangi Indonesia. Kekhawatiran krisis ini akan kembali terulang cukup besar. Namun, fundamental ekonomi Indonesia diklaim kuat untuk menghadapi badai krisis tersebut.
Asisten Gubernur dan Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI), Dody Budi Waluyo mengungkapkan, kondisi fundamental ekonomi suatu negara dapat menjadi indikator awal kekuatan negara tersebut menghadapi krisis yang bersumber dari global maupun domestik.
"Bicara krisis ekonomi tidak ada siapa pun yang tahu kapan dan di mana akan muncul. Tapi fundamental ekonomi Indonesia so far baik," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Rabu (13/12/2017).
Advertisement
Baca Juga
Dody menjelaskan, rata-rata ekonomi Indonesia bertumbuh sekitar 5,1 persen dalam kurun waktu 4-5 tahun terakhir. Stabilitas makro ekonomi yang terjaga ini diiringi perbaikan indikator lain.
"Inflasi kita rendah dan stabil sekitar 3-3,5 persen di 3 tahun terakhir, defisit transaksi berjalan sehat di bawah 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)," ujarnya.
Indikator lainnya, sambung dia, nilai tukar rupiah stabil karena rata-rata pelemahan hanya 0,4 persen dalam setahun terakhir dengan volatilitas yang rendah sekitar 2-3 persen. Sementara defisit anggaran terjaga di bawah 3 persen terhadap PDB.
"Stabilitas makro ekonomi ini didukung stabilitas sistem keuangan yang kuat, seperti permodalan, kualitas kredit, likuiditas bank yang kuat dan baik, serta reformasi struktural khususnya infrastruktur yang terus berlangsung dengan progres yang sangat positif," jelas Dody.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Reformasi struktural
Lebih jauh dia menerangkan, beberapa keluhan terhadap pertumbuhan ekonomi yang dipandang belum kuat di bawah perkiraan, yakni konsumsi rumah tangga yang rendah, penerimaan pajak belum optimal, dan kredit perbankan yang terbatas.
"Hal ini harus disikapi sebagai proses pemulihan ekonomi yang masih berjalan secara bertahap," Dody mengatakan.
Dalam jangka menengah, lanjutnya, reformasi struktural fisik seperti infrastruktur akan mendukung kegiatan ekonomi tumbuh lebih tinggi, merata secara spasial, dan pada akhirnya akan menyerap lapangan pekerjaan lebih besar.
"Alokasi belanja pemerintah dalam jangka pendek untuk bantuan masyarakat kelompok menengah bawah melalui dana bansos, cash for works, dan skema sejenis akan meningkatkan daya beli masyarakat untuk menambah konsumsinya," terang dia.
Dody menambahkan, BI telah melakukan pelonggaran kebijakan moneter melalui dua kali penurunan suku bunga yang diharapkan mampu meningkatkan kegiatan usaha.
"Pengalaman Indonesia, event politik nasional seperti pilkada dan pemilu yang berlangsung tanpa dampak signifikan ke ekonomi. Ekonomi tetap tumbuh baik. Semoga politik 2018 tidak berpengaruh banyak pada kekhawatiran pelaku usaha domestik sejalan dengan semakin kuatnya fundamental ekonomi," pungkas Dody.
Advertisement