Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PR) akan membangun 7 bendungan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Secara keseluruhan bendungan tersebut akan menampung 188 juta metrik kubik (m3) air yang dapat dimanfaatkan untuk irigasi, sumber air baku, pembangkit listrik, dan pariwisata.
Pembangunan 7 bendungan tersebut bagian dari 49 bendungan yang diprogramkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
Advertisement
Baca Juga
"Biaya pembangunan 7 bendungan tersebut Rp 5,9 triliun. Sangat penting bagi masyarakat NTT yang kerap mengalami kekurangan air," kata Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PU-PR Imam Santoso dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (9/1/2018).
Empat bendungan sendiri berada di Pulau Timor yakni Bendungan Raknamo, Rotiklot, Manikin, dan Kolhua. Sedangkan 3 lainnya berada di Pulau Flores yakni Napun Gete, Temef dan Mbay.
Dari 7 bendungan, satu bendungan telah selesai yaitu Raknamo. Sementara 3 bendungan dalam tahap konstruksi yaitu Rotiklot, Napun Gete, dan Temef. Sementara 3 bendungan dalam tahap perencanan dan persiapan yaitu Mbay, Manikin dan Kolhua.
Bendungan Raknamo dimulai pembangunannya (groundbreaking) oleh Jokowi pada tanggal 20 Desember 2014 dan akan diresmikan pengisiannya oleh Presiden pada 9 Januari 2018. Penyelesaian pembangunan bendungan ini lebih cepat 13 bulan dari target semula yakni Januari 2019.
Setelah Raknamo, berikutnya akan selesai Bendungan Rotiklot dengan kapasitas 3,2 juta m3 pada Maret 2018 atau lebih cepat 8 bulan dari jadwal semula.
"Bendungan Rotiklot berada di Atambua Kabupaten Belu. Daya tampungnya relatif kecil karena daerahnya sangat kering," kata Imam Santoso.
Lalu, Bendungan Napun Gete berkapasitas tampung 6,9 juta m3 ditargetkan selesai tahun 2020. Sementara Bendungan Temef dengan kapasitas tampung 56 juta m3 dengan target selesai tahun 2022.
Tonton Video Pilihan Ini:
Proyek Bendungan Bernilai Rp 48,5 Miliar Terancam Hancur Sia-Sia
royek pembangunan pengendali dan perbaikan Sungai Loto setahun lebih ini membuat warga dua kelurahan di sekitar Loto dan Togafo was-was. Pasalnya, proyek cek dam itu menyebabkan pendangkalan Kalimati karena batu-batu besar yang tertahan mulai meninggi.
Bakar, warga Kelurahan Loto, mengemukakan, akibat dari pembangunan cek dam, berdampak pada tertahannya batu-batu besar dan pasir yang tercampur dalam material lahar dingin Gunung Gamalama yang melewati kawasan sungai itu.
Bahkan, sebagian besar fondasi dan badan bangunan dari cek dam tersebut sudah tertimbun pasir bercampur batu seukuran kepala orang, batu sedang, dan batu besar. Situasi itu sudah diprediksi oleh warga setempat.
"Sudah disarankan, kalau di sini itu, alur lahar dingin tidak boleh dibunuh (ditutup). Ini aliran laharnya sangat kuat. Kalau hujan deras bisa patah, tetapi tidak dihiraukan," kata Bakar, saat disambangi Liputan6.com, di rumahnya yang berjarak kurang lebih 40 meter dari bibir Sungai Loto, Ternate, Maluku Utara, Sabtu, 16 Desember 2017.
Proyek cek dam yang menghabiskan Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN) 2016 senilai Rp 48,5 miliar atau tepatnya Rp 48.552.000.000, itu terancam mubazir. Pasalnya, proyek pembangunan cek dam itu tidak sesuai dengan kondisi alam.
Bakar menyebut pihak yang bertanggung jawab dalam proyek itu tidak mau menerima saran dari penduduk yang sudah tinggal ratusan tahun di wilayah itu. Padahal, kearifan lokal warga sudah terbukti bisa menghindarkan diri dari bencana aliran lahar dingin.
Namun, dengan situasi menumpuknya batu-batu besar di dekat dinding cek dam, warga setempat makin khawatir. Pasalnya, tumpukan batu besar yang tertahan di cek dam lebih dekat dengan permukaan hingga membuat kedalaman Kalimati semakin naik.
"Di Loto, walaupun paling parah lahar dinginnya, namun selama ini kami jauh dari lahar. Selain ritual yang kami jaga, juga karena proses pembangunan sebelumnya tidak seperti itu (pembangunan sebelumnya adalah talud dan bronjol)," kata Bakar.
Bakar menambahkan, kekhawatiran semakin menjadi-jadi bila hujan deras turun hingga berhari-hari. Kondisi itu biasanya akan disertai lahar dingin dan menyebabkan luapan air.
"Apalagi aliran lahar dingin di sini, material pasirnya disertai dengan batu-batu besar," katanya.
Sungai Loto yang memiliki kedalaman 20 meter dari permukaan tanah seharusnya tetap terjaga. Setidaknya pada wilayah sungai yang berdampak langsung dengan perkebunan dan pemukiman warga itu lebih diperhatikan pemangku kepentingan.
Advertisement