Genjot Industri Manufaktur agar Perkuat Ekonomi RI

Indonesia perlu mendorong sektor manufaktur agar tumbuh lebih cepat. Ini juga sebagai tempat menampung masyarakat yang tak bisa bekerja di sektor pertanian.

oleh Bawono Yadika diperbarui 20 Feb 2018, 21:17 WIB
Diterbitkan 20 Feb 2018, 21:17 WIB
Mau Kerja di Industri Manufaktur? Cek Lowongan Di Sini
Mau Kerja di Industri Manufaktur? Cek Lowongan Di Sini

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia perlu mendorong sektor manufaktur agar tumbuh lebih cepat. Ini juga sebagai antisipasi dan tempat menampung masyarakat yang tak bisa bekerja di sektor pertanian.

Hal itu disampaikan Ekonom Raden Pardede, saat peluncuran buku ADB, Selasa (20/2/2018).

"Sektor manufaktur harus tumbuh lebih cepat supaya bisa menampung orang yang tidak bisa bekerja di sektor agrikultur lagi," ujar Raden.

Raden menilai, industri manufaktur menjadi kunci meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Industri manufaktur memiliki dampak besar karena mendukung ekspor sehingga dapat perkuat ekonomi.

"Itu sebabnya menurut saya, strategi industri menjadi kunci untuk beri kesempatan lebih. multiplier effect. Di situ apalagi kita ekspor, maka dia akan menghasilkan devisa. Ketahanan ekonomi lebih kuat," kata Raden.

Raden menuturkan, berkurangnya lahan dan petani di sektor pertanian berdampak terhadap produktivitas. Apalagi kalau lahan dikelola petani kecil, menurut Raden hal tersebut tidak berdampak terhadap kesejahteraan petani.

"Selama lahan yang dikelola kecil, maka petani akan tetap miskin," ujar dia.

Sedangkan bila petani pindah bekerja ke sektor infrastruktur, Raden mendorong perlu adanya pelatihan dan training khusus bagi petani.

"Iya petani pindah ke infrastruktur, tapi mereka tidak punya skill di situ. Maksud saya di sini tidak apa-apa, tapi ada tambahan training skill kalau mau berpindah. Kecenderungan mereka adalah temporary worker, habis panen langsung balik lagi dia, jadi tidak sempet di training," tutur dia.

 

RI Jadi Basis Industri Manufaktur Terbesar di ASEAN

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. (Foto: Humas Menperin)
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. (Foto: Humas Menperin)

Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menyatakan Indonesia telah menjadi basis produksi manufaktur terbesar di ASEAN.

Selain itu, hingga saat ini 50 pabrik milik perusahaan indonesia telah juga beroperasi di Thailand dan Vietnam.‎

Dia mengungkapkan, manufaktur menjadi kunci penting guna memacu perekonomian nasional karena lebih produktif dan memberikan efek berantai yang luas.

Ini seiring dengan upaya pemerintah yang akan mentransformasi ekonomi agar fokus terhadap pengembangan industri pengolahan nonmigas.‎

"Jadi, kita telah menggeser dari commodity based ke manufactured based,” ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu 11 Februari 2018.

Menurut Airlangga, industri mampu meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri, menyerap banyak tenaga kerja, menghasilkan devisa dari ekspor, serta penyumbang terbesar dari pajak dan cukai.

"Jangan sampai kita terus mengekspor sumber daya alam mentah kita tanpa pengolahan,” lanjut dia.

Apabila dilihat dari sisi pertumbuhan manufacturing value added (MVA), Indonesia menempati posisi tertinggi di antara negara-negara di ASEAN. MVA Indonesia mampu mencapai 4,84 persen, sedangkan di ASEAN berkisar 4,5 persen. Di tingkat global, Indonesia saat ini berada di peringkat ke-9 dunia.

"Ekonomi Indonesia berbeda dengan negara ASEAN yang lain, disebabkan sekarang Indonesia sudah masuk dalam one trillion dollar club," jelas Airlangga.

Untuk itu, lanjut dia, pemerintah menitikberatkan pada pendekatan rantai pasok industri nasional agar lebih berdaya saing di tingkat domestik, regional, dan global.

"Ekonomi bergeser ke pasifik. Di Jepang manufakturnya sekitar 0,2 persen karena basis produksinya di luar Jepang,” kata dia.

Langkah pemerintah Indonesia yang sedang mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dengan menggenjot sektor industri manufaktur juga dilakukan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara, seperti Filipina dan Vietnam.

"Bahkan, beberapa negara ASEAN sudah membuat roadmap Industry 4.0. Kita juga catching up di era ekonomi digital ini,” imbuhnya.

Airlangga menuturkan, kekuatan ekonomi Indonesia 80 persen berbasis pasar dalam negeri dan sisanya ekspor. Hal ini tidak sama dengan Singapura atau Vietnam yang hampir keseluruhannya berorientasi ekspor.

"Perbedaannya, kita punya domestic market yang besar. Ini aset penting kita, selain orientasi ekspor juga perlu menjaga potensi domestik," tuturnya.

Saat ini, kata dia,‎ sebanyak 50 pabrik Indonesia telah beroperasi di Vietnam dan Thailand. Dan potensi ekspor nasional bisa lebih ditingkatkan terutama melalui pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN.

"Beberapa perusahaan telah membuka pasar baru seperti di Nigeria. Kita sudah ada pabrik makanan di sana, dan rencana baru akan ekspansi lagi perusahaan berbasis pupuk,” tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya