Harga Minyak Susut Usai Rilis Data Persediaan AS

Dolar AS dan persediaan minyak Amerika Serikat membayangi gerak harga minyak.

oleh Agustina Melani diperbarui 01 Mar 2018, 06:00 WIB
Diterbitkan 01 Mar 2018, 06:00 WIB
20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak melemah usai data menunjukkan persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS) lebih besar dari yang diharapkan. Akan tetapi, produksi minyak AS turun pada Desember 2017.

Persediaan minyak mentah AS naik 3 juta barel hingga 23 Februari 2018. Angka ini di atas perkiraan analis sekitar 2,1 juta barel."Kami memiliki pasokan cukup besar, tetapi sepertinya pasar menguat baru-baru ini sehingga membuat kemudian ada tekanan," ujar Philip Streible, Strategist RJO Futures, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (1/3/2018).

Sementara itu, laporan bulanan dari the US Energy Information Administration (EIA)menyebutkan produksi minyak turun menjadi 9,95 juta barel pada Desember 2017. Produksi turun sekitar 108 ribu barel per hari dari periode November 2017. EIA juga menyebutkan kalau ada revisi produksi minyak pada November naik menjadi 10,05 juta barel per hari.

Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) melemah 29 sen menjadi US$ 62,72 per barel. Harga minyak turun 0,5 persen pada pukul 1.30 waktu setempat. Sedangkan harga minyak Brent untuk kontrak Mei melemah 56 sen menjadi US$ 66,07 per barel.

Sepanjang Februari, harga minyak WTI susut 4,8 persen, dan itu penurunan pertama sejak Agustus tahun lalu. Sedangkan harga minyak Brent sepanjang Februari melemah 4,7 persen.

Produksi minyak AS melonjak sejak pertengahan 2016 sehingga pengaruhi harga minyak pada 2018. Bahkan saat OPEC mempertahankan pemangkasan pasokannya.

"Kami memiliki lebih banyak minyak untuk diproduksi, dan akan melewati ambang batas 11 juta barel per hari lebih cepat dari perkiraan," ujar Streible.

Selain itu, persediaan bensin juga meningkat 2,5 juta barel. Angka ini di atas perkiraan untuk penarikan sekitar 190 ribu barel. Kenaikan persediaan di kala ada kenaikan aktivitas kilang minyak.

"Terlepas dari penyuling yang menjalani perawatan, mereka terus memproses lebih banyak minyak mentah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dengan menambah pasokan bensin dan solar," jelas Andrew Lipow, Presiden Direktur Lipow Oil Associates.

Indeks dolar AS juga beri tekanan ke harga minyak. Dolar AS sentuh level tertinggi dalam satu bulan. Dolar AS menguat membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Perdagangan Kemarin

20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Sebelumnya, harga minyak turun pada perdagangan Selasa sebelum keluarnya data mingguan persediaan minyak AS yang diperkirakan akan menunjukkan kenaikan.

Namun, investor masih tetap percaya bahwa organisasi negara pengeskor minyak (OPEC) masih mempertahankan kebijakan pengendalian produksi untuk membendung penurunan harga.

Mengutip Reuters, Rabu 28 Februari 2018, harga minyak mentah Brent untuk kontrak berjangka turun 6 sen menjadi US$ 67,44 per barel waktu London. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 12 sen menjadi US$ 63,79 per barel.

The American Petroleum Institute (API) akan merilis data mingguan mengenai persediaan minyak menta di AS pada Selasa malam. Berdasarkan jajak pendapat Reuters, pelaku pasar memperkirakan bahwa akan ada kenaikan 2,7 juta barel per barel.

Sebenarnya, persediaan minyak mentah AS telah turun lebih dari 100 juta barel, atau seperempat, dalam 12 bulan terakhir, ke level terendah dalam tiga tahun.

Secara musiman memang persediaan minyak mentah cenderung naik dalam tiga bulan pertama setiap tahunnya.

Kenaikan persediaan minyak mentah AS yang bisa disamakan dengan kenaikan produksi ini bertolakbelakang dengan langkah yang telah dilakukan oleh OPEC dengan mengendalikan produksi.

Executive Director International Energy Agency (IEA) Fatih Birol mengatakan bahwa AS akan menyalip Rusia sebagai produsen minyak terbesar dunia di luar OPEC pada 2019.

"Pertumbuhan sangat kuat, AS akan menjadi penghasil minyak nomor satu dalam waktu dekat," jelas dia kepadas Reuters.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya