Liputan6.com, New York - Harga minyak melonjak ke level tertinggi dalam enam minggu. Bahkan mendekati posisi puncak dalam tiga tahun terakhir. Hal itu didorong dari persediaan AS menurun dan kepatuhan negara tergabung dalam OPEC untuk memangkas produksi minyak.
Kekhawatiran berlanjut terhadap kesepakatan nuklir Iran juga menjadi sentimen buat harga minyak. Harga minyak Brent naik USD 2,05 atau tiga persen ke posisi USD 69,47 per barel, dan dekati level tertinggi dalam tujuh minggu. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) menguat USD 1,63 atau 2,6 persen ke posisi USD 65,17, tertinggi sejak 2 Februari.
Kenaikan harga minyak tersebut menempatkan harga minyak acuan berada di area jenuh beli untuk pertama kali sejak Januari bila dilihat secara teknikal. Data persediaan AS menjadi fokus pasar. The US Energy Administration (EIA) menyebutkan persediaan minyak AS turun 2,6 juta barel. Analis mengharapkan sekitar 2,5 juta barel.
Advertisement
Baca Juga
“Beberapa hal terjadi. Impor mentah turun hingga setengah juta barel per hari yang berkontribusi pada persediaan. Kami melihat aktivitas kilang meningkat lebih dari yang diperkirakan sekitar 400 ribu barel per hari sehingga menghabiskan banyak minyak mentah, ekspor sedikit naik,” jelas Jim Ritterbusch, Presiden Direktur Ritterbusch and Associates, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (22/3/2018).
Harga minyak juga mendapat dukungan dari keputusan the Federal Reserve menaikkan suku bunga. Diperkirakan the Federal Reserve menaikkan suku bunga sebanyak dua kali lagi pada 2018.
“Usai pertemuan The Fed, dolar AS semakin berada di bawah tekanan. Itu akan bekerja sebagai korelasi terbaik dengan harga minyak mentah,” ujar Bob Yawger,Direktur Mizuho.
Selanjutnya
Dolar AS melemah membuat komoditas menjadi lenih murah bagi pemegang mata uang lainnya. Ini membuat mereka habiskan sedikit untuk komoditas dalam jumlah yang sama.
Sentimen lainnya pengaruhi harga minyak berasal dari kepatuhan negara OPEC untuk memangkas pasokan global. Hal itu mengangkat harga minyak di pasar. Kekhawatiran AS dapa kembali menerapkan sanksi terhadap Iran juga bayangi harga minyak.
Konsultan energy FGE mengatakan sanksi baru AS terhadap iran dapat hasilkan penurunan 250 ribu hingga 500 ribu minyak per hari terutama buat ekspor pada akhir tahun. Dibandingkan ekspor minyak mentah sekitar 2 juta-2,2 juta barel per hari sejakawal 2016 ketikan sanksi dicabut.
Data EIA selain menunjukkan penarikan inventaris juga menunjukkan produksi minyak mentah secara mingguan mencapai level titik tertinggi. “Sejauh ini pasar semacam mengabaikan peningkatan produksi. Kami sekarang memiliki produksi di atas 10,4 juta barel dan akan terus meningkat, dan akhirnya pasar perhitungkan itu,” jelas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement